Lebih dari Sekadar Protes: “Suara Kenabian” Menggema dari Fakultas Teologi UKSW di Tengah Kemelut Kampus

Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si. – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
Teologi.digital – Salatiga (05-05-2025) – Di tengah pusaran krisis tata kelola dan berbagai persoalan yang mendera Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), muncul suara yang berbeda namun menggema kuat dari dalam rahim keilmuan teologi. Keluarga Mahasiswa Fakultas Teologi (KMFTh) UKSW menyerukan gerakan yang mereka sebut sebagai “Suara Kenabian”, menandai sebuah panggilan iman yang fundamental di tengah kemelut kampus.
Seruan dengan tagar #PenjagaIdealismeMemanggil ini bukan sekadar reaksi politik atau bentuk ketidakpuasan semata, melainkan sebuah manifestasi dari tanggung jawab teologis yang inheren dalam pendidikan dan kehidupan gereja. “Suara Kenabian” adalah warisan spiritual yang kaya dalam tradisi Kristen, menunjuk pada peran para nabi dalam Alkitab yang dengan berani berbicara kebenaran kepada penguasa dan masyarakat yang menyimpang dari jalan keadilan dan kebenaran Allah.
Para nabi seperti Amos, Yesaya, dan Yeremia tidak ragu untuk mengkritik ketidakadilan sosial, penindasan kaum lemah, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan, bahkan ketika itu berarti menantang otoritas agama dan politik pada zaman mereka. Suara mereka seringkali tidak populer, bahkan berbahaya, tetapi mereka berbicara dari keyakinan teguh pada keadilan Allah dan panggilan untuk hidup kudus di hadapan-Nya.
Dalam konteks UKSW saat ini, di mana ada dugaan penyelewengan kekuasaan, keputusan yang dianggap sewenang-wenang, dan isu ketidakadilan (termasuk yang menimpa Pdt. Rama Tulus seperti disuarakan mahasiswa), seruan “Suara Kenabian” dari mahasiswa Fakultas Teologi menemukan relevansi yang mendalam. Ini adalah panggilan untuk membumikan iman di tengah realitas yang cacat, untuk mengingatkan bahwa nilai-nilai kebenaran, keadilan, integritas, dan akuntabilitas adalah inti dari panggilan Kristen, tidak terkecuali dalam pengelolaan sebuah institusi pendidikan Kristen seperti UKSW.
Gerakan ini selaras dengan spirit yang diusung oleh Teologi Pembebasan, sebuah aliran teologis yang lahir dari konteks penindasan dan ketidakadilan. Teologi Pembebasan menekankan bahwa iman Kristen tidak bisa dipisahkan dari perjuangan untuk pembebasan sosial, politik, dan ekonomi bagi kaum miskin dan tertindas. Ia melihat kritik terhadap struktur ketidakadilan sebagai bagian integral dari misi gereja. Dengan menyuarakan penolakan terhadap penyelewengan kekuasaan dan menuntut pertanggungjawaban atas ketidakadilan, mahasiswa Teologi UKSW sedang mempraktikkan bentuk teologi yang relevan, yang melihat krisis dalam institusi sebagai isu iman yang harus dihadapi dengan keberanian.
Penggunaan kutipan dari Kisah Para Rasul 4:31 dalam seruan aksi mereka juga sangat signifikan. Ayat ini menggambarkan komunitas Kristen mula-mula yang, setelah menghadapi ancaman dari pihak berwenang, berdoa memohon keberanian untuk “memberitakan firman Allah” dan kemudian dipenuhi Roh Kudus, sehingga mereka “berbicara firman Allah dengan berani.” Referensi ini memberikan legitimasi biblis yang kuat; aksi mereka dipandang bukan hanya sebagai unjuk rasa mahasiswa biasa, tetapi sebagai tindakan berani yang diinspirasi dan diberdayakan oleh keyakinan iman untuk berbicara kebenaran (firman Allah) di hadapan otoritas, sama seperti para rasul dan nabi di masa lampau.
Dengan mengenakan dresscode hitam dan berkumpul di titik kumpul yang ditentukan, mahasiswa Fakultas Teologi sedang menyatakan solidaritas dan keseriusan mereka dalam menyuarakan panggilan ini. Ini adalah penegasan bahwa mereka, sebagai calon-calon pelayan gereja dan masyarakat, memiliki tanggung jawab moral dan teologis untuk tidak berdiam diri melihat apa yang mereka anggap sebagai ketidaksesuaian dengan nilai-nilai Kristiani dan idealisme Satya Wacana.
“Suara Kenabian” dari Fakultas Teologi UKSW adalah pengingat yang kuat bagi seluruh sivitas akademika dan YPTKSW: bahwa inti dari institusi Kristen adalah ketaatan pada panggilan Allah untuk keadilan, kebenaran, dan integritas. Gerakan ini memberikan semangat bagi mereka yang merasa resah dengan kondisi kampus, serta menegaskan legitimasi teologis bagi setiap langkah berani yang diambil untuk menegakkan nilai-nilai luhur Satya Wacana di tengah badai. Ini adalah pewartaan iman bahwa kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan menang, dan bahwa menjadi seorang teolog atau bagian dari komunitas teologi berarti memiliki keberanian untuk menyuarakan kebenaran itu, bahkan di tempat yang paling sulit sekalipun. (Dh.L./Red.***)