Jika Yesus Punya Akun Medsos. Bagaimana Yesus Bermedia Sosial? Merenungkan Kristologi di Era Digital

Oleh :Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Teologi.digital – Jakarta, Melalui artikel ini, Penulis ingin mengeksplorasi sebuah pertanyaan menarik: bagaimana Tuhan Yesus akan bertindak dan mewartakan kebenaran jika Ia hidup di era teknologi digital? Melalui lensa teologi digital (cybertheology), artikel ini akan menganalisis prinsip-prinsip Kristologis dan bagaimana gereja dapat meneladani jejak Kristus dalam peradaban digital yang terus berkembang.
Perkembangan teknologi digital telah mengubah secara radikal cara manusia berkomunikasi, berinteraksi, dan bahkan menghayati spiritualitas. Di tengah realitas dunia maya yang semakin dominan, muncul pertanyaan reflektif:
“Bagaimana Tuhan Yesus, dengan segala kasih, kebijaksanaan, dan kebenaran-Nya, akan berinteraksi dengan dunia digital ini?”
Atau,
Seandainya Tuhan Yesus Hidup di Jaman Peradaban Digital seperti sekarang ini, apakah Tuhan juga memiliki akun Media Sosial ? Lalu Bagaimana Yesus Bermedia Sosial?
Melalui tulisan ini Penulis bergumul untuk menggali kemungkinan jawaban melalui perspektif teologi digital, serta bagaimana pemahaman ini dapat membimbing gereja dalam menemukan dan memanifestasikan Kristologi di era digital.
Meneladani Kristus: Prinsip-Prinsip Abadi dalam Konteks Digital
Meskipun kita tidak dapat secara definitif mengetahui tindakan spesifik Yesus di era digital, kita dapat merenungkan prinsip-prinsip inti dari kehidupan dan ajaran-Nya, dan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterjemahkan ke dalam konteks teknologi:
- Kasih dan Kepedulian: Inti dari pelayanan Yesus adalah kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama (Matius 22:37-40). Di era digital, ini dapat berarti menggunakan platform online untuk menjangkau mereka yang membutuhkan, menawarkan dukungan emosional, dan mempraktikkan empati dalam interaksi virtual. Yesus akan menggunakan media sosial bukan untuk kepentingan diri sendiri, melainkan untuk menyebarkan kasih dan kepedulian kepada semua orang, tanpa terkecuali.
- Kebenaran dan Integritas: Yesus selalu menyampaikan kebenaran dengan jelas dan tegas. Dalam dunia digital yang sering kali dipenuhi dengan disinformasi dan berita palsu, Yesus akan menjadi sumber kebenaran yang dapat dipercaya. Ia akan menggunakan platform digital untuk memberitakan Injil secara otentik dan membongkar kebohongan dengan kasih.
- Keadilan dan Pembebasan: Yesus membela kaum tertindas dan menyuarakan keadilan bagi mereka yang tidak berdaya. Di era digital, ini dapat berarti menggunakan media sosial untuk mengadvokasi keadilan sosial, menyoroti isu-isu ketidaksetaraan, dan memberikan suara kepada mereka yang terpinggirkan dalam ruang siber.
- Komunitas dan Persekutuan: Yesus membangun komunitas di sekitar-Nya, di mana orang-orang dapat saling mendukung dan bertumbuh dalam iman. Di era digital, Yesus akan mendorong pembentukan komunitas online yang sehat dan otentik, di mana orang-orang dapat bersekutu, saling menguatkan, dan belajar bersama tentang Kerajaan Allah.
- Pelayanan dan Pengorbanan: Yesus datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (Markus 10:45). Di era digital, ini dapat berarti menggunakan waktu dan talenta digital kita untuk melayani orang lain, berbagi sumber daya yang bermanfaat, dan mengorbankan kepentingan pribadi demi kebaikan bersama dalam ruang siber.
Peran Teologi Digital dalam Menemukan Kristologi di Era Digital:
Teologi digital membantu gereja untuk merenungkan dan mengartikulasikan bagaimana Kristus hadir dan relevan dalam konteks teknologi. Beberapa aspek peran teologi digital dalam menemukan Kristologi di era ini:
- Interpretasi Kontekstual: Teologi digital membantu menafsirkan ajaran dan teladan Kristus dalam konteks budaya digital yang unik. Ini melibatkan pemahaman tentang bagaimana teknologi memengaruhi cara kita berpikir, berkomunikasi, dan membentuk komunitas.
- Identifikasi Peluang Pelayanan: Teologi digital menyoroti peluang baru bagi gereja untuk melayani dan menjangkau orang-orang melalui platform digital. Ini termasuk pelayanan pastoral online, konseling virtual, dan penyebaran konten keagamaan yang relevan.
- Respon terhadap Tantangan Etis: Teologi digital membantu gereja merespons tantangan etis yang muncul di era digital, seperti isu privasi, disinformasi, dan dampak teknologi terhadap kesehatan mental dan relasi. Dengan berlandaskan pada ajaran Kristus, gereja dapat memberikan panduan moral yang relevan dalam ruang siber.
- Pembentukan Komunitas Kristiani Digital: Teologi digital memfasilitasi pembentukan dan pemeliharaan komunitas Kristen online yang otentik, yang mencerminkan nilai-nilai persekutuan, kasih, dan pelayanan seperti yang diajarkan oleh Kristus.
Tokoh-Tokoh yang Relevan dalam Membahas Kristologi dan Era Digital:
Meskipun mungkin tidak ada tokoh yang secara eksklusif membahas “Kristologi di era digital” sebagai fokus utama, kita dapat mengambil inspirasi dari teolog-teolog yang membahas Kristologi dalam konteks kontemporer dan pemikir yang bergelut dengan teologi digital secara umum:
- Kontemporer Christologists: Teolog seperti Don Cupitt (dengan pemikirannya tentang “realitas iman” dalam konteks sekularisme), John Hick (dengan teologi pluralistiknya tentang agama dan Kristus), dan Elizabeth Johnson (dengan teologi feminisnya tentang Kristus) menawarkan perspektif yang relevan dalam memahami Kristus dalam dunia modern yang terus berubah. Meskipun tidak secara langsung membahas teknologi, pemikiran mereka tentang relevansi dan interpretasi Kristus dalam konteks zaman ini dapat menjadi landasan.
- Tokoh Teologi Digital seperti :
Peter M. Phillips: Sebagai seorang peneliti di bidang digital religion di Durham University, Phillips meneliti bagaimana Alkitab dan interpretasinya hadir di media sosial dan budaya digital. Karyanya, “The Bible, Social Media, and Digital Culture,” menyoroti bagaimana audiens online modern cenderung berbagi ayat-ayat yang bersifat moral, tidak dogmatis, dan non-konfliktual. Pemahaman ini penting bagi gereja untuk menyesuaikan cara berkomunikasi dan menyampaikan pesan-pesannya di platform digital agar lebih diterima dan relevan.
Antonio Spadaro, SJ: Dalam bukunya “Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet,” Spadaro mengajak gereja untuk secara mendalam memahami budaya digital dan dampaknya terhadap iman. Ia menekankan pentingnya bagi gereja untuk tidak hanya menggunakan internet tetapi juga untuk “menginjili” budaya digital itu sendiri. Spadaro mendorong gereja untuk terlibat secara kritis dan konstruktif dengan teknologi, menyadari peluang dan tantangannya.
Heidi A. Campbell: Dikenal atas karyanya dalam bidang agama dan internet, Campbell meneliti bagaimana komunitas agama online terbentuk dan berfungsi. Ia menyoroti pentingnya memahami dinamika interaksi dan pembentukan identitas dalam komunitas virtual keagamaan untuk pengembangan pelayanan gereja di ranah digital.
Ligonier Ministries (David Murray): Melalui artikel dan sumber daya mereka, Ligonier Ministries menyoroti pentingnya “Digital Theology” untuk menanggapi tantangan moral, spiritual, relasional, dan kognitif yang muncul akibat revolusi digital. Mereka menekankan perlunya menggunakan teknologi yang baik untuk melawan dampak negatif teknologi, sambil juga mengakui keterbatasan pendekatan “lebih banyak teknologi”.
- Pemikiran Peter M. Phillips, Antonio Spadaro, dan Heidi A. Campbell tentang bagaimana agama berinteraksi dengan teknologi dapat membantu kita merenungkan bagaimana Kristus akan hadir dan bertindak dalam ruang digital. Mereka menyoroti pentingnya adaptasi, pemahaman budaya digital, dan pembentukan komunitas online yang sehat.
- Jason Thacker: Penulis buku “Following Jesus in a Digital Age,” Thacker secara langsung membahas bagaimana orang Kristen dapat menjalani kehidupan yang beriman dan bertanggung jawab dalam era digital, yang tentu saja berakar pada pemahaman tentang Kristus.
Last but not least, Membayangkan bagaimana Tuhan Yesus akan hidup dan bertindak di era teknologi digital mengajak kita untuk kembali kepada inti dari ajaran dan teladan-Nya: kasih, kebenaran, keadilan, komunitas, dan pelayanan.
Teologi digital menjadi alat yang berharga bagi gereja untuk merenungkan dan mengartikulasikan Kristologi dalam konteks peradaban digital yang terus berkembang. Dengan meneladani prinsip-prinsip Kristus dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh teknologi secara bijak, gereja dapat terus menjadi relevan dan menjadi saksi kehadiran Kristus di dunia yang semakin terhubung ini.
Pertanyaan “Bagaimana Tuhan Yesus jika hidup di Era Teknologi?” bukan hanya sekadar spekulasi, tetapi sebuah undangan bagi setiap pengikut Kristus untuk merenungkan bagaimana mereka sendiri dapat menghadirkan kasih dan kebenaran Kristus dalam setiap interaksi digital mereka.
“Soli Deo Gloria !!”
Referensi:
- Phillips, Peter M. The Bible, Social Media, and Digital Culture. Routledge, 2020.
- Spadaro, Antonio, SJ. Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet. Fordham University Press, 2016.
- Artikel-artikel dari RISU (Religious Information Service of Ukraine) tentang Digital Theology.
- Artikel-artikel dari Ligonier Ministries tentang Digital Theology.
- Campbell, Heidi A. Religion and the Internet. Routledge, 2013.
7 thoughts on “Jika Yesus Punya Akun Medsos. Bagaimana Yesus Bermedia Sosial? Merenungkan Kristologi di Era Digital”