Moderasi Beragama dalam Bingkai Hari Raya Nyepi, Idul Fitri, dan Paskah 2025

Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si. – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
Teologi.digital – Jakarta, Pada tahun 2025 ini, Masyarakat kita menjumpai 3 hari raya besar keagamaan dalam waktu yang hampir berdekatan. Agama Hindu Merayakan Nyepi, Islam Merayakan Idulfitri dan Kristen akan merayakan Paskah.
Mari kita analisis dengan framing moderasi beragama di Indonesia dalam konteks hari raya Nyepi, Idul Fitri, dan Paskah tahun 2025, dan kaitannya dengan teologi digital serta Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI).
Saya akan mengangkat tema: Merajut Kerukunan dalam Harmoni Perayaan: Analisis Moderasi Beragama pada Hari Raya Nyepi, Idul Fitri, dan Paskah 2025 di Indonesia
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis praktik moderasi beragama di Indonesia yang tercermin dalam perayaan hari raya Nyepi, Idul Fitri, dan Paskah pada tahun 2025. Melalui pendekatan kualitatif, artikel ini mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai moderasi beragama seperti toleransi, saling menghormati, dan gotong royong diwujudkan dalam interaksi antar umat beragama selama perayaan hari-hari besar tersebut.
Artikel ini juga menelusuri relevansi tema ini dengan perkembangan teologi digital dan peran Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dalam mengedukasi publik tentang pentingnya kerukunan hidup bersama dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk (Heterogen).
Kita akan menganalisis bagaimana konsep moderasi beragama terefleksi dalam perayaan tiga hari raya besar di Indonesia pada tahun 2025: Hari Raya Nyepi (umat Hindu), Hari Raya Idul Fitri (umat Islam), dan Hari Raya Paskah (umat Kristen). Analisis ini bertujuan untuk mengedukasi publik tentang pentingnya nilai-nilai kerukunan dan kebersamaan yang terkandung dalam setiap perayaan agama.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan analisis konten. Data dikumpulkan dari berbagai sumber seperti artikel ilmiah, berita media, dokumen resmi, dan publikasi terkait moderasi beragama dan perayaan hari raya keagamaan di Indonesia.
Tahun 2025 menjadi momentum yang menarik karena Hari Raya Nyepi (29 Maret 2025) dan Hari Raya Idul Fitri (31 Maret 2025) berdekatan, diikuti oleh Hari Raya Paskah (20 April 2025). Kedekatan waktu perayaan ini menjadi ujian sekaligus peluang emas untuk menunjukkan praktik moderasi beragama di Indonesia.
- Hari Raya Nyepi: Esensi Nyepi adalah pengendalian diri atau kontrol diri. Ini merujuk pada praktik umat Hindu saat Nyepi untuk mengendalikan hawa nafsu, pikiran, dan perkataan, serta melakukan refleksi diri (self-control) dan refleksi diri. Umat Hindu melakukan tapa brata penyepian, yang menciptakan suasana hening dan damai. Dalam konteks moderasi beragama, umat agama lain dapat menghormati kekhusyukan ini dengan menjaga ketenangan dan mengurangi aktivitas di ruang publik. Beberapa komunitas bahkan secara aktif membantu menjaga keamanan dan ketertiban selama Nyepi.
- Hari Raya Idul Fitri: Perayaan Idul Fitri (Lebaran) menandai berakhirnya bulan suci Ramadan dengan saling memaafkan dan mempererat tali silaturahmi. Praktik moderasi beragama terlihat dalam tradisi saling berkunjung antar umat beragama, berbagi makanan, dan mengucapkan selamat hari raya. Ini menunjukkan pengakuan dan penghargaan terhadap perayaan agama lain.
- Hari Raya Paskah: Paskah merupakan perayaan kebangkitan Yesus Kristus, yang dimaknai dengan sukacita dan harapan baru. Moderasi beragama tercermin dalam partisipasi umat agama lain dalam kegiatan sosial yang sering diadakan gereja-gereja saat Paskah, serta ucapan selamat dan dukungan yang diberikan.
Dalam ketiga perayaan ini, nilai-nilai universal seperti gotong royong, empati, dan saling menghormati menjadi perekat kerukunan. Pemerintah dan tokoh agama memiliki peran penting dalam mempromosikan narasi positif tentang keberagaman dan moderasi.
2. Tokoh-Tokoh Moderasi Beragama yang Relevan:
Beberapa tokoh di Indonesia telah aktif mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama. Pemikiran dan karya mereka sangat relevan dengan tema ini:
- K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Mantan Presiden RI ini dikenal dengan visinya tentang pluralisme dan toleransi. Beliau menekankan pentingnya dialog antar agama dan penghargaan terhadap perbedaan.
- Prof. Dr. Komaruddin Hidayat: Cendekiawan Muslim ini seringkali menyampaikan pandangan-pandangan moderat tentang Islam dan pentingnya hidup berdampingan secara damai dengan umat agama lain.
- Pdt. Dr. Martin Lukito Sinaga: Sebagai seorang teolog, beliau banyak menulis dan berbicara tentang ekumenisme dan pentingnya gereja berperan aktif dalam membangun kerukunan bangsa.
- Prof. Dr. Azyumardi Azra (Almarhum): Sejarawan dan intelektual Muslim ini banyak mengkaji tentang Islam di Indonesia dan menekankan pentingnya moderasi dalam beragama.
- Sri Paus Fransiskus: Meskipun bukan tokoh Indonesia, seruan beliau tentang persaudaraan manusia (fratelli tutti) memiliki resonansi universal dan relevan dengan konteks moderasi beragama di Indonesia.

3. Relevansi dengan Teologi Digital:
Teologi digital merupakan kajian tentang bagaimana teknologi digital mempengaruhi dan dipengaruhi oleh agama. Dalam konteks moderasi beragama, teologi digital memiliki peran yang signifikan:
- Diseminasi Informasi Positif: Platform digital dapat digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan toleransi, perdamaian, dan kerukunan antar umat beragama terkait dengan perayaan hari raya. Konten-konten edukatif, video inspiratif, dan testimoni pengalaman hidup berdampingan secara harmonis dapat menjangkau audiens yang luas.
- Dialog dan Diskusi Online: Forum-forum diskusi online dan media sosial dapat menjadi ruang bagi umat beragama untuk berinteraksi, berbagi pandangan, dan mengatasi kesalahpahaman. Moderasi dalam berinteraksi di ruang digital menjadi kunci untuk membangun pemahaman yang lebih baik.
- Counter-Narrative terhadap Intoleransi: Teologi digital juga dapat berperan dalam melawan narasi-narasi intoleran dan ekstrem yang seringkali tersebar melalui platform online. Dengan mempromosikan konten yang moderat dan inklusif, diharapkan dapat membendung penyebaran ideologi yang merusak kerukunan.
- Perayaan Virtual yang Inklusif: Dalam situasi tertentu, perayaan hari raya secara virtual dapat menjadi alternatif yang inklusif, memungkinkan partisipasi umat beragama dari berbagai latar belakang dan lokasi. Ini dapat memperkuat rasa kebersamaan dan persaudaraan.
4. Benang Merah dengan Pergerakan Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI):
Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) sebagai organisasi yang beranggotakan jurnalis Kristen memiliki peran strategis dalam mempromosikan moderasi beragama, terutama dalam konteks framing berita dan informasi terkait perayaan hari raya:
- Peliputan yang Berimbang dan Konstruktif: Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dapat mendorong anggotanya untuk melakukan peliputan yang berimbang, akurat, dan konstruktif terkait perayaan Nyepi, Idul Fitri, dan Paskah. Fokus pada nilai-nilai positif, tradisi luhur, dan semangat kebersamaan dalam setiap perayaan dapat membangun pemahaman yang lebih baik di kalangan publik.
- Edukasi Publik Melalui Karya Jurnalistik: Melalui berbagai platform media, anggota Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dapat menghasilkan karya jurnalistik (artikel, berita, feature, foto, video) yang mengedukasi publik tentang pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat perayaan hari raya.
- Kemitraan dengan Organisasi Keagamaan Lain: Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dapat menjalin kemitraan dengan organisasi keagamaan lain dan tokoh agama dari berbagai latar belakang untuk bersama-sama menyuarakan pentingnya kerukunan dan toleransi. Melalui kolaborasi ini, pesan moderasi beragama dapat disampaikan secara lebih luas dan efektif.
- Advokasi Kebijakan yang Mendukung Kerukunan: Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) juga dapat berperan dalam mengadvokasi kebijakan-kebijakan yang mendukung kebebasan beragama dan berkeyakinan serta mempromosikan kerukunan antar umat beragama.
Dengan demikian, PWGI memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang positif dalam memajukan moderasi beragama di Indonesia, sejalan dengan semangat kerukunan yang tercermin dalam perayaan hari raya berbagai agama.
Last but not least, Analisis moderasi beragama dalam framing hari raya Nyepi, Idul Fitri, dan Paskah tahun 2025 di Indonesia menunjukkan bahwa nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan gotong royong merupakan fondasi penting dalam menjaga kerukunan. Kedekatan waktu perayaan menjadi momentum untuk memperkuat solidaritas dan pemahaman antar umat beragama. Teologi digital menawarkan peluang untuk menyebarkan pesan-pesan moderasi secara luas dan efektif, sementara Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) memiliki peran krusial dalam mengedukasi publik melalui karya jurnalistik yang konstruktif. Dengan sinergi antara tokoh agama, pemerintah, media, dan masyarakat, Indonesia dapat terus menjadi contoh negara yang mampu menjaga harmoni dalam keberagaman. (Dh.L./Red.***)
Referensi :
Buku:
- Azra, Azyumardi. (2007). Indonesia in the Making: The Legacy of Islam in Indonesian History and Thought. Equinox Publishing.
- Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation of Cultures: Selected Essays. Basic Books. (Meskipun fokus pada Bali, relevan untuk pemahaman budaya dan agama di Indonesia).
- Hefner, Robert W. (2000). Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia. Princeton University Press.
- Hidayat, Komaruddin. (2010). Mencari Islam yang Toleran: Visi dan Gagasan. Penerbit Buku Kompas.
- Madjid, Nurcholish. (2003). Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Mizan. (Meskipun sudah lama, pemikiran tentang Islam inklusif tetap relevan).
- Marty, Martin E., & Iqbal, R. Scott Appleby. (Eds.). (2003). The Limits of Religious Tolerance. Beacon Press. (Memberikan perspektif global tentang toleransi).
- Sinaga, Martin Lukito. (2018). Gereja dan Masyarakat Majemuk di Indonesia. BPK Gunung Mulia.
- Wahid, Abdurrahman. (1999). Tuhan Tidak Perlu Dibela. LKIS.
Jurnal Ilmiah:
- Abdillah, Masykuri. (2012). “Religious Moderation in Indonesia: Challenges and Prospects.” Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, 2(1), 1-22.
- Bruinessen, Martin van. (2013). “Traditionalist and Islamist Responses to Globalization: Genealogies of Conflict and Cooperation in Indonesia.” Southeast Asian Studies, 2(3), 371-396.
- Hakim, Atang Abdul. (2016). “Harmoni dalam Keragaman: Studi tentang Moderasi Beragama di Indonesia.” Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya, 1(1), 55-70.
- Lukens-Bull, Ronald. (2005). “Digital Islam: Muslim Youth and the New Islamic Environment.” The Middle East Journal, 59(3), 517-532. (Meskipun fokus pada Islam, relevan untuk konsep teologi digital).
- Setiawan, Moch. Nur Ichwan. (2019). “The Role of Religious Leaders in Promoting Religious Moderation in Indonesia.” Al-Albab, 8(1), 1-18.
- [Cari artikel-artikel lain di jurnal-jurnal seperti Studia Islamika, Journal of Indonesian Islam, Jurnal Sosiologi Agama, dan jurnal-jurnal teologi yang relevan].
Laporan dan Dokumen Resmi:
- Kementerian Agama Republik Indonesia. (Berbagai tahun). Laporan Tahunan Kerukunan Umat Beragama.
- Setara Institute. (Berbagai tahun). Laporan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia.
- [Dokumen-dokumen terkait kebijakan pemerintah tentang moderasi beragama].
Sumber Daring (Berita dan Artikel Opini):
- Artikel-artikel berita dan opini dari media massa terpercaya (misalnya, Kompas, The Jakarta Post, Media Indonesia) terkait perayaan Nyepi, Idul Fitri, dan Paskah di tahun-tahun sebelumnya yang menyoroti aspek kerukunan dan toleransi.
- Publikasi dari organisasi-organisasi keagamaan dan masyarakat sipil yang fokus pada isu moderasi beragama.