Tongkat yang Menjadi Jembatan: Peran Wartawan Gereja di Era Digital Indonesia

Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si. – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)

Abstrak

Artikel ini menganalisis secara mendalam metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan” untuk memahami peran krusial organisasi jurnalisme Kristiani di Indonesia, khususnya Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) – dalam lanskap digital kontemporer. Melalui analisis semiotika tongkat sebagai simbol bimbingan, perlindungan, dan otoritas, serta jembatan sebagai penghubung dan fasilitator komunikasi, artikel ini mensintesis kedua konsep tersebut.

Pembahasan dilanjutkan dengan mengeksplorasi bagaimana gereja dan para pemimpinnya mengadaptasi peran pastoral di era digital, menghadapi tantangan kesenjangan digital dan proliferasi disinformasi, sekaligus memanfaatkan peluang jangkauan luas dan inovasi konten.

Temuan utama menunjukkan bahwa organisasi jurnalisme Kristiani berfungsi sebagai perantara vital, menawarkan panduan spiritual dan etis (“tongkat”) sekaligus membangun koneksi dan memfasilitasi dialog konstruktif antara gereja, jemaat, dan masyarakat luas (“jembatan”).

Analisis ini juga mengungkapkan bahwa transformasi digital adalah mandat misi, literasi dan etika digital adalah fondasi esensial, serta sinergi antara misi spiritual dan profesionalisme jurnalistik menjadi pilar kredibilitas. Rekomendasi strategis disajikan untuk mengoptimalkan peran PWGI dalam ekosistem media digital, memastikan relevansi dan dampak pelayanan mereka.

Pendahuluan: Metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan” dalam Konteks Kontemporer

Dalam kehidupan manusia, benda-benda sederhana seperti tongkat dan jembatan memiliki fungsi yang melampaui kegunaan fisiknya, merangkum makna simbolis yang kaya dan mendalam. Tongkat, sebagai penopang atau alat bantu, seringkali diasosiasikan dengan bimbingan, otoritas, dan perlindungan. Sementara itu, jembatan secara inheren melambangkan koneksi, penghubung, dan fasilitasi pergerakan melintasi rintangan. Kekuatan metafora terletak pada kemampuannya untuk menjelaskan situasi, konsep, atau gagasan yang kompleks dan abstrak secara ringkas namun komprehensif, menciptakan keindahan berbahasa dan memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena melalui pemetaan lintas ranah konseptual.1

Dalam konteks kontemporer, di tengah arus informasi yang tak terbendung dan perubahan teknologi yang pesat, metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan” menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami peran yang berkembang dan tak terpisahkan dari institusi keagamaan serta badan-badan pendukungnya.

Secara spesifik, metafora ini sangat relevan untuk mengkaji fungsi organisasi jurnalisme Kristiani di Indonesia dalam era digital yang dinamis. Organisasi-organisasi ini berada di persimpangan antara tradisi spiritual dan inovasi teknologi, dituntut untuk membimbing dan melindungi umatnya dari disinformasi, sekaligus menghubungkan gereja dengan jemaat dan masyarakat luas melalui saluran komunikasi yang efektif.

Pernyataan Masalah dan Tujuan Penulisan Artikel

Artikel ini berangkat dari pertanyaan inti: Bagaimana peran tradisional bimbingan dan perlindungan (yang disimbolkan oleh “tongkat”) serta fungsi penghubung (yang dilambangkan oleh “jembatan”) dapat disintesis untuk memahami fungsi kontemporer organisasi jurnalisme Kristiani seperti Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) di era digital Indonesia? Tantangan dan peluang apa saja yang muncul dalam konteks ini?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tujuan penulisan artikel ini adalah menganalisis simbolisme multidimensi dari “tongkat” dan “jembatan,” mensintesis konsep-konsep ini ke dalam metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan,” dan menerapkan metafora ini untuk secara kritis menguji peran, tantangan, dan peluang Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) , yang berfungsi sebagai representasi dari organisasi jurnalis Kristiani di Indonesia, dalam memfasilitasi komunikasi dan pembentukan iman di lanskap digital.

Gambaran Umum Struktur Artikel

Artikel ini akan diawali dengan eksplorasi mendalam mengenai makna dan fungsi “tongkat” dari perspektif umum hingga spiritual dalam kekristenan. Bagian selanjutnya akan membahas konsep “jembatan” sebagai penghubung dan perantara komunikasi, khususnya dalam konteks media. Kemudian, kedua konsep ini akan disintesis ke dalam metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan” dalam pelayanan gereja di era digital.

Puncaknya, artikel ini akan secara spesifik merelasi metafora tersebut dengan peran Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI), mengidentifikasi bagaimana organisasi ini mewujudkan fungsi ganda sebagai pembimbing, pelindung, penghubung, dan fasilitator. Artikel akan diakhiri dengan kesimpulan dan rekomendasi strategis.

I. Memahami “Tongkat”: Simbolisme, Fungsi, dan Makna Spiritual

Tongkat, sebuah benda yang tampak sederhana, memiliki kedalaman makna dan fungsi yang luar biasa dalam berbagai aspek kehidupan, dari yang paling praktis hingga yang paling spiritual. Pemahaman tentang dimensi-dimensi ini esensial untuk mengurai metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan.”

A. Tongkat dalam Kehidupan Umum: Definisi dan Fungsi Dasar

Secara umum, tongkat didefinisikan sebagai benda berbentuk batang panjang yang digunakan sebagai alat bantu, penopang, atau simbol. Fungsi tongkat sangat bervariasi tergantung pada konteks penggunaannya. Sebagai alat bantu jalan, tongkat membantu menjaga keseimbangan, mengurangi beban pada tubuh, dan meningkatkan mobilitas seseorang.

Dalam konteks lain, tongkat dapat berfungsi sebagai simbol jabatan atau kekuasaan, seperti tongkat komando militer atau tongkat yang digunakan dalam upacara keagamaan. Dalam budaya Israel kuno, tongkat secara eksplisit merupakan simbol otoritas.3 Bahkan, kata “tongkat kerajaan” (sceptre) secara etimologis berarti “stik” atau “batang” dan secara konsisten menunjukkan otoritas, seperti yang digambarkan dalam Kitab Ester di mana ratu hanya dapat mendekati takhta raja ketika raja mengulurkan tongkat kerajaannya.4 Selain itu, tongkat juga digunakan sebagai alat pertahanan diri, seperti tongkat T atau Tonfa, serta tongkat pramuka.

Dalam kegiatan lain, tongkat berperan sebagai alat bantu pionering, pengukuran, atau penopang bagi pendaki. Berdasarkan keragaman ini, dapat disimpulkan bahwa tongkat memiliki beragam arti dan fungsi, mulai dari alat bantu sederhana hingga simbol kekuasaan yang kompleks, dan pemahaman tentang fungsi-fungsi ini penting untuk mengerti berbagai konteks penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

B. Tongkat di Tangan Gembala: Perlindungan dan Bimbingan

Dalam konteks pastoral, tongkat bagi seorang gembala memiliki dua fungsi utama yang saling melengkapi: perlindungan dan bimbingan. Tongkat berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan dan melindungi domba dari bahaya, seperti binatang buas, atau saat domba terjebak di medan yang sulit.3 Gada, yang merupakan jenis tongkat yang lebih berat, juga dikenal sebagai simbol kekuasaan dan digunakan dalam mukjizat, sebagaimana yang dilakukan Musa.5

Selain perlindungan, tongkat juga krusial dalam membimbing domba, menuntun mereka ke arah yang benar, dan memastikan mereka tetap berada dalam kawanan.3 Tongkat yang melengkung, misalnya, dirancang khusus untuk mengarahkan kembali domba yang memisahkan diri dari gerombolannya.5 Lebih dari sekadar alat fisik, tongkat gembala juga melambangkan “kata-kata orang berhikmat, yang bisa menggerakkan pendengarnya untuk mengikuti nasihat yang bijaksana”.6

Dengan demikian, tongkat bukan hanya alat praktis bagi gembala, tetapi juga simbol penting yang mencerminkan tanggung jawab, kasih sayang, dan otoritas dalam menjaga dan membimbing kawanan domba. Ini adalah benda yang tampaknya sederhana, namun di tangan yang tepat, dapat menjadi alat yang luar biasa.

C. Simbolisme Tongkat dalam Tradisi Kekristenan

Dalam tradisi kekristenan, simbolisme tongkat melampaui fungsi praktisnya, merujuk pada otoritas dan intervensi ilahi. Tongkat Harun, misalnya, memainkan peran penting dalam rencana Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan masuk ke Tanah Perjanjian, secara jelas melambangkan otoritas ilahi.3 Demikian pula, tongkat kerajaan Allah menunjukkan bahwa Tuhan memerintah dengan penuh kuasa, dan kekuasaan-Nya tidak akan pernah dikalahkan, terlepas dari kegilaan dan kejahatan dunia ini.4

Tongkat Tuhan juga digunakan untuk tujuan koreksi dan bimbingan ilahi. Tuhan memakai tongkat-Nya dalam kehidupan orang percaya untuk membawa mereka lebih dekat kepada-Nya, untuk diperhatikan, diuji, dan dipimpin ke jalan yang benar.5 Koreksi ini, meskipun kadang membuat hidup tidak nyaman, didasari oleh kasih ilahi.5

Hal ini menunjukkan bahwa otoritas yang disimbolkan tongkat mengalami evolusi, bergeser dari kekuatan fisik atau jabatan hierarkis semata, menjadi otoritas yang didasarkan pada hikmat, kebenaran, dan bimbingan spiritual. Dalam era digital, pergeseran ini semakin mengarah pada otoritas informasional dan etis. Peran “tongkat” di tangan gembala (pendeta/pemuka agama) dan, secara lebih luas, organisasi seperti PWGI, bukan lagi tentang kontrol fisik, melainkan tentang memberikan arah yang benar, melindungi dari bahaya informasi (disinformasi, hoaks), dan mengoreksi pemahaman yang salah melalui penyampaian informasi yang berhikmat dan beretika. Hal ini menuntut organisasi-organisasi tersebut untuk menjadi sumber informasi yang kredibel dan penuntun moral.

Selain itu, semua mukjizat yang Musa lakukan memakai gada, menunjukkan kuasa ilahi yang bekerja melalui alat yang sederhana.5 Dalam kerangka semiotika, tongkat adalah tanda (semion) yang memiliki banyak makna dan potensi interpretasi, yang dipengaruhi secara sosial dan budaya.7 Ini adalah alat untuk konsepsi objek dan makna non-verbal, yang dapat memiliki beragam makna yang dipengaruhi secara sosial dan budaya.

8 Fungsi tongkat gembala yang mencakup perlindungan dari bahaya dan bimbingan, tetapi juga koreksi domba yang memisahkan diri 3, serta penggunaan tongkat Tuhan untuk koreksi karena kasih 5, mengungkapkan bahwa “tongkat” tidak hanya tentang kenyamanan dan bimbingan lembut, tetapi juga tentang intervensi yang tegas demi kebaikan jangka panjang. Bagi organisasi jurnalisme Kristiani sebagai “tongkat,” ini berarti tanggung jawab untuk tidak hanya menyajikan berita baik atau inspiratif, tetapi juga untuk berani mengoreksi narasi yang salah, mengungkap kebenaran yang mungkin tidak populer, atau menyoroti masalah etika dalam komunitas Kristen, meskipun itu mungkin “membuat hidup tidak nyaman”.5 Perlindungan juga berarti menjaga integritas iman dan komunitas dari pengaruh negatif digital.

Tabel 1 merangkum multidimensi makna dan fungsi tongkat, dari penggunaan umum hingga simbolisme spiritualnya, yang menjadi dasar penting untuk analisis selanjutnya.

Tabel 1: Multidimensi Makna dan Fungsi Tongkat

Kategori FungsiFungsi/MaknaContoh Konteks/Ayat
Tongkat UmumAlat Bantu JalanAlat bantu mobilitas, penopang
 Simbol Jabatan/KekuasaanTongkat Komando, Tongkat dalam Agama
 Alat Pertahanan DiriTongkat T, Tonfa, Tongkat Pramuka
 Alat Bantu LainnyaPionering, Pengukuran, Alat bantu pendaki
Tongkat GembalaPerlindungan DombaMelindungi dari bahaya, binatang buas 3
 Bimbingan DombaMenuntun ke jalan yang benar, mengarahkan kembali 3
 Simbol Tanggung Jawab & Kasih SayangMencerminkan otoritas gembala
 Kata-kata HikmatMenggerakkan pendengar mengikuti nasihat 6
Tongkat Simbolis/SpiritualOtoritas IlahiTongkat Harun 3, Tongkat Kerajaan Allah 4
 Koreksi & Disiplin IlahiTuhan mengkoreksi karena kasih 5
 Mukjizat & Kuasa IlahiMukjizat Musa dengan gada 5
 Penuntun Kebenaran & HikmatMembawa dekat kepada Tuhan, diuji, dipimpin 5

II. Memahami “Jembatan”: Penghubung, Perantara, dan Media Komunikasi

Konsep “jembatan” juga memiliki spektrum makna yang luas, mulai dari struktur fisik hingga metafora kompleks dalam komunikasi dan sosiologi. Pemahaman ini krusial untuk mengaplikasikannya pada peran media Kristiani.

A. Jembatan dalam Konteks Umum: Definisi dan Fungsi Fisik

Secara harfiah, jembatan adalah struktur bangunan yang berfungsi menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh rintangan seperti sungai, lembah, jurang, atau jalan lain. Fungsi utamanya adalah memungkinkan pergerakan lalu lintas, baik kendaraan, pejalan kaki, maupun kereta api, melintasi rintangan tersebut dengan aman dan lancar. Fungsi fisik jembatan meliputi menghubungkan dua wilayah, memfasilitasi transportasi barang dan jasa, mengatasi hambatan geografis atau buatan, serta mendukung kegiatan ekonomi dan sosial. Beberapa jembatan bahkan menjadi ikon pariwisata. Dengan demikian, jembatan memiliki peran krusial dalam pembangunan infrastruktur dan pengembangan wilayah.

B. Media sebagai Jembatan Komunikasi dan Informasi

Dalam konteks media, “jembatan” (bridge) merujuk pada dua hal utama: jembatan komunikasi dan jembatan jaringan. Jembatan komunikasi adalah media atau alat yang menghubungkan dua pihak atau lebih untuk menyampaikan informasi, pesan, atau ide.9 Ini mencakup peran media sosial sebagai jembatan, jembatan informasi, dan perannya dalam interaksi. Komunikasi itu sendiri diakui sebagai “jembatan utama bagaimana manusia dengan manusia lain mengerti keadaan dan kondisi masing-masing”.9 Sementara itu, jembatan jaringan (network bridge) adalah perangkat yang menghubungkan dua atau lebih jaringan komputer, memungkinkan komunikasi antar jaringan tersebut. Secara sederhana, jembatan dalam media dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung yang memungkinkan komunikasi dan transfer informasi terjadi antara berbagai pihak atau jaringan.

Media memiliki peran yang sangat signifikan dalam penyebaran informasi budaya, terutama di era globalisasi yang mempercepat pertukaran informasi di seluruh dunia.10 Media berfungsi sebagai agen sosialisasi yang membantu individu memahami norma dan nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat.10 Melalui berita, program televisi, film, dan konten digital lainnya, media memperkenalkan budaya asing kepada audiens global, membentuk pemahaman tentang dunia yang lebih luas.10 Teori Agenda Setting yang diajukan oleh McCombs dan Shaw (1972) relevan dalam memahami bagaimana media tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menentukan topik budaya yang dianggap penting dan membentuk kerangka berpikir (framing) audiens tentang budaya lain.10

C. Metafora Jembatan dalam Komunikasi Publik dan Sosiologi

Inti makna jembatan adalah menghubungkan pihak . Dalam komunikasi publik dan sosiologi, metafora jembatan digunakan untuk menggambarkan bagaimana media dapat menjadi alat yang efektif dalam menjembatani perbedaan budaya, memfasilitasi dialog, pemahaman, dan pertukaran pengetahuan lintas budaya yang beragam.10 Teori Pengurangan Ketidakpastian dan Teori Akomodasi Komunikasi digunakan untuk mendalami proses komunikasi antarbudaya.10 Platform media sosial, khususnya, mendorong komunikasi global, memungkinkan pengguna untuk terlibat dalam dialog lintas budaya dan berbagi nilai-nilai sosial budaya.10

Namun, media juga menghadapi tantangan dalam representasi. Media sering kali memengaruhi persepsi budaya dengan menggambarkan aspek-aspek tertentu secara lebih dominan, yang dapat memperkuat stereotip negatif jika informasi tersebut disajikan dengan sudut pandang yang bias.10 Gagasan dan bias yang terbentuk sebelumnya dapat menghalangi dialog antarbudaya.10 Hal ini menunjukkan bahwa meskipun media adalah jembatan yang kuat untuk informasi 9, ia juga dapat memperkuat stereotip dan bias jika informasinya tidak seimbang. 10 Media massa dapat menjadi “senjata yang ampuh bagi perebutan citra (image)”.11 Hal ini menggarisbawahi bahwa kualitas “jembatan” (yaitu, bagaimana media digunakan) secara langsung memengaruhi hasil komunikasi, baik itu pemahaman antarbudaya atau pembentukan opini publik. Bagi organisasi jurnalisme Kristiani, peran “jembatan” tidak hanya terbatas pada menyebarkan berita atau pesan dari gereja ke publik. Ini juga berarti menciptakan platform dan mendorong interaksi dua arah, memungkinkan umpan balik, dialog konstruktif, dan partisipasi aktif dari audiens.

Ini menuntut organisasi tersebut untuk menjadi fasilitator komunitas dan bukan hanya penyiar berita. Organisasi jurnalisme Kristiani sebagai “jembatan” memiliki tanggung jawab etis yang besar. Ini bukan hanya tentang membangun koneksi, tetapi tentang memastikan bahwa koneksi tersebut dibangun di atas dasar kebenaran, keadilan, dan keseimbangan. Hal ini mengharuskan organisasi untuk secara aktif melawan disinformasi dan menyajikan narasi yang mempromosikan kerukunan dan pemahaman, bukan polarisasi atau prasangka.

Metafora sendiri merupakan pilihan yang kuat bagi manusia, terutama jurnalis, dalam mengungkapkan pesan karena dapat menjelaskan situasi, konsep, atau gagasan dengan ringkas dan lebih komprehensif daripada ungkapan harfiah, menimbulkan keindahan berbahasa.1

Tabel 2 menyajikan peran media sebagai jembatan, mengkategorikan berbagai cara “jembatan” berfungsi, dari makna literalnya hingga aplikasi yang lebih abstrak dalam media dan komunikasi.

Tabel 2: Peran Media sebagai Jembatan

Jenis JembatanFungsi UtamaContoh/Implikasi
Jembatan FisikMenghubungkan dua wilayah terputusJalan raya, jembatan layang
 Memfasilitasi transportasiAliran barang dan jasa, mobilitas
Jembatan KomunikasiMenyampaikan informasi/pesanMedia sosial (WhatsApp, Instagram) 9
 Menghubungkan dua pihak atau lebihInteraksi, penyampaian ide 9
Jembatan JaringanMenghubungkan jaringan komputerRouter/Switch, komunikasi antar jaringan
Jembatan Metaforis (Komunikasi Publik/Sosial)Mengatasi perbedaan budayaDialog antarbudaya, pertukaran pengetahuan 10
 Membentuk opini publikKampanye publik, perebutan citra 11
 Agen sosialisasi budayaMemperkenalkan budaya asing, membentuk pemahaman 10

III. “Tongkat yang Menjadi Jembatan”: Sintesis Metafora dalam Pelayanan Gereja Digital

Sintesis metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan” menjadi sangat relevan dalam memahami dinamika pelayanan gereja di era digital. Gereja, sebagai entitas yang selalu beradaptasi dengan konteks masanya 13, dituntut untuk mengintegrasikan peran tradisionalnya dengan tuntutan teknologi modern.

A. Tongkat Gembala di Era Digital: Peran Pendeta/Pemuka Agama dalam Membimbing dan Melindungi Jemaat di Tengah Arus Informasi

Peran tradisional pendeta atau pemuka agama sebagai gembala, yang berfungsi membimbing dan melindungi jemaat, harus bertransformasi secara signifikan dalam konteks digital . Gereja menghadapi tugas besar untuk beradaptasi dalam hal teknologi.13 Ketidakmampuan gereja dalam memanfaatkan teknologi digital dapat menghambat perkembangan pendidikan Kristen dan berpotensi merusak nilai-nilai Kristen.

15 Hal ini menunjukkan bahwa transformasi digital adalah mandat misi, bukan sekadar pilihan teknis. Adopsi digital bukan lagi sekadar pilihan operasional, melainkan sebuah keharusan strategis yang fundamental untuk keberlanjutan dan relevansi misi gereja di era kontemporer. Organisasi jurnalisme Kristiani, sebagai “tongkat yang menjadi jembatan,” menggarisbawahi bahwa gereja, melalui para pemimpin dan lengan medianya, harus secara proaktif merangkul transformasi digital sebagai bagian integral dari panggilan mereka untuk membimbing, melindungi, dan menghubungkan. Ini berarti investasi dalam infrastruktur, pelatihan literasi digital, dan pengembangan konten yang relevan secara teologis dan digital.

Meskipun demikian, era digital juga membuka peluang besar bagi pelayanan. Teknologi memungkinkan gereja untuk menjalankan pelayanan berdampingan dengan media teknologi modern.13 Ini mencakup berbagai bentuk pelayanan digital seperti ibadah livestreaming, waktu hening digital, kunjungan online, studi Alkitab online, evangelisasi via media sosial, dan kegiatan podcast.16 Perkembangan teknologi ini tidak dapat dihindari, terutama bagi generasi muda yang sangat cakap dalam menggunakan perangkat digital dan selalu terbarui dengan perkembangan teknologi.14 Gereja perlu inovasi dan strategi penggunaan teknologi untuk menjangkau dan membangun identitas kaum muda, karena resistensi terhadap perkembangan teknologi dapat menyebabkan kaum muda menarik diri dari kegiatan gereja.14 Gereja memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan kaum muda memiliki fondasi spiritual yang kokoh di tengah mudahnya akses ke berbagai konten dan pengaruh luar.

14 Selain itu, era digital menyajikan tantangan etis, seperti isu privasi, akurasi informasi, dan dampak sosial, bagi remaja Kristen dalam misi evangelisasi, menuntut mereka mengembangkan tanggung jawab sosial dan spiritual yang kuat dalam penggunaan teknologi ini.18

B. Jembatan Digital: Peluang dan Tantangan Komunikasi Gereja di Era Digital

Media digital telah menjadi “jembatan” yang tak terhindarkan bagi komunikasi gereja, membawa serta peluang dan tantangan yang signifikan.

Peluang (Opportunities):

  • Jangkauan Luas: Internet memungkinkan pesan dakwah (atau pesan Kristen) menjangkau banyak orang, termasuk mereka yang tinggal di daerah yang sulit dijangkau secara langsung.20 Ini memperluas cakupan misi gereja secara eksponensial.
  • Konten Kreatif: Pesan dapat dikemas dalam bentuk video pendek, gambar menarik, podcast, dan format kreatif lainnya, membuat pesan keagamaan lebih menarik dan mudah dicerna oleh audiens yang beragam.20
  • Memfasilitasi Persekutuan dan Ibadah: Era digital, terutama selama pandemi, secara tidak langsung membantu gereja dengan memungkinkan persekutuan dan ibadah berlanjut melalui live streaming dan platform digital lainnya, meskipun pertemuan fisik terbatas.13
  • Katekese dan Pembinaan Iman: Media sosial terbukti menjadi alat yang efektif untuk penyebaran Injil (evangelisasi), pembinaan iman, dan penyebaran nilai-nilai kasih dan kebenaran Kristiani.21 Ini membantu menciptakan suasana iman yang dirasakan, bertumbuh, dan berbuah dalam kehidupan sehari-hari jemaat.21
  • Literasi Digital: Gereja dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan literasi media sosial di kalangan Generasi Z di Indonesia 22 dan juga kelompok usia lanjut.23 Ini adalah langkah penting untuk memberdayakan jemaat dalam menavigasi dunia digital.
  • Teknologi untuk Kebaikan: Gereja dapat dan harus memanfaatkan teknologi secara positif untuk menjangkau jemaat dan masyarakat luas dengan pesan-pesan yang membangun dan inspiratif. Konten media sosial yang positif, pelayanan online, dan platform digital lainnya dapat digunakan untuk memperkuat iman jemaat dan memperluas jangkauan pelayanan gereja. 71

Tantangan (Challenges):

  • Kesenjangan Digital (Digital Divide): Salah satu tantangan signifikan adalah pemahaman dan pengetahuan teknologi yang terbatas di kalangan kelompok usia lanjut (lansia), yang secara langsung memengaruhi kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam pelayanan gereja digital.13
  • Disrupsi Informasi dan Dampak Kesehatan Mental/Spiritual: Kemajuan teknologi tinggi telah membawa disrupsi informasi yang kompleks, memengaruhi kesehatan mental dan spiritual jemaat. Ini termanifestasi dalam beberapa masalah utama:
    • Doomscrolling: Algoritma media sosial yang memprioritaskan berita negatif membanjiri pengguna dengan informasi yang memicu kecemasan, ketakutan, dan keputusasaan. Jemaat gereja tidak luput dari paparan doomscrolling yang dapat melemahkan iman dan harapan mereka. 71
    • Comparative Traps: Media sosial menciptakan realitas semu tentang kesempurnaan dan kebahagiaan, menjebak pengguna dalam perbandingan sosial yang tidak sehat. Jemaat dapat terperangkap dalam comparative traps, merasa rendah diri, iri, dan tidak pernah cukup baik dibandingkan dengan standar yang dipoles di media sosial. 71
    • Technostress: Kecemasan akan masa depan pekerjaan di era otomatisasi dan AI menimbulkan stres dan ketidakpastian. Jemaat mungkin merasa terancam oleh perkembangan teknologi, khawatir kehilangan pekerjaan, dan merasa tidak relevan di tengah perubahan zaman. 71

      Ironisnya, tantangan-tantangan ini muncul justru di saat peradaban manusia mencapai kemajuan teknologi dan ekonomi yang luar biasa, menunjukkan bahwa kemajuan materi tidak secara otomatis menjamin kesejahteraan mental dan spiritual. 71
  • Stereotip dan Bias: Media memiliki potensi untuk memperkuat stereotip jika informasi disajikan dengan sudut pandang yang bias, menghambat dialog antarbudaya yang konstruktif.10
  • Hoaks dan Ujaran Kebencian: Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan cyberbullying di platform digital dapat mengikis nilai-nilai moral dalam masyarakat dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat bagi pertumbuhan iman.19
  • Etika Komunikasi: Isu privasi, akurasi informasi, dan dampak sosial menjadi pertimbangan etis yang krusial dalam penggunaan media digital untuk tujuan evangelisasi dan komunikasi gereja.18
  • Mempertahankan Pertumbuhan Rohani yang Mendalam: Terdapat tantangan untuk memastikan bahwa dunia digital tidak hanya menjadi platform dangkal untuk interaksi, tetapi benar-benar mendukung pertumbuhan jemaat dalam Kristus dan pengalaman spiritual yang mendalam.13

Respon Gereja dalam Menjawab Tantangan Disrupsi Informasi:

Gereja memiliki peran krusial dalam membimbing jemaat menghadapi disrupsi informasi dan menjaga kesehatan mental serta spiritual mereka. Beberapa peran gereja yang perlu dioptimalkan adalah:

  • Literasi Media Digital yang Sehat: Gereja perlu proaktif dalam membekali jemaat dengan kemampuan literasi media digital. Ini mencakup edukasi tentang cara memilah informasi secara kritis, mengidentifikasi hoaks dan disinformasi, serta menggunakan media sosial secara bertanggung jawab. Gereja dapat mengajarkan pentingnya membatasi screen time, memilih konten yang positif dan membangun, serta menghindari doomscrolling. 71
  • Membangun Komunitas yang Solid dan Mendukung: Gereja harus menjadi komunitas yang aman dan suportif, di mana jemaat dapat berbagi beban, mengatasi kecemasan, dan menemukan dukungan sosial yang nyata. Persekutuan, kelompok kecil, pelayanan konseling, dan kegiatan gereja lainnya harus dirancang untuk memperkuat ikatan antar jemaat dan menciptakan ruang untuk saling mendukung. 71
  • Narasi Alternatif Berbasis Iman dan Harapan: Di tengah banjir informasi negatif, gereja memiliki tanggung jawab untuk menawarkan narasi alternatif yang berakar pada nilai-nilai iman, harapan, dan kasih. Khotbah, pengajaran, dan program gereja harus menekankan pesan-pesan positif tentang kasih Allah, janji masa depan yang cerah, dan kekuatan komunitas iman dalam menghadapi kesulitan. 71
  • Keseimbangan Hidup dan Spiritualitas Mendalam: Gereja perlu mendorong jemaat untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan digital dan kehidupan nyata. Praktik-praktik spiritual seperti doa, meditasi, membaca Alkitab, dan pelayanan harus dipromosikan sebagai cara untuk memperdalam hubungan dengan Tuhan dan menemukan ketenangan batin. Gaya hidup sehat yang mencakup istirahat cukup, olahraga, dan interaksi sosial yang bermakna juga perlu ditekankan. 71

Peluang jangkauan luas media digital diimbangi oleh tantangan hoaks, ujaran kebencian, dan stereotip.10 Terdapat pula kesenjangan literasi digital di kalangan jemaat.13 Hal ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan literasi dan etika digital sebagai fondasi pelayanan “Tongkat-Jembatan”. Tanpa literasi dan etika digital yang kuat, “jembatan” dapat menjadi saluran disinformasi atau perpecahan, dan “tongkat” tidak dapat membimbing secara efektif. Agar gereja (dan organisasi jurnalisme Kristiani) dapat berfungsi sebagai “tongkat yang menjadi jembatan” yang efektif, fokus utama harus pada pembangunan kapasitas literasi digital dan etika Kristen di ruang siber. Ini melibatkan pendidikan tentang bagaimana mengidentifikasi informasi yang salah, bagaimana berinteraksi secara konstruktif, dan bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai iman ke dalam perilaku daring. Ini adalah prasyarat untuk memastikan bahwa jembatan digital gereja adalah jembatan menuju kebenaran dan kesatuan.

IV. Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) sebagai “Tongkat yang Menjadi Jembatan”

Dalam konteks jurnalisme Kristiani di Indonesia, Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) mewujudkan metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan” melalui peran ganda mereka dalam membimbing, melindungi, menghubungkan, dan memfasilitasi komunikasi di era digital.

A. Profil dan Peran PWGI dalam Jurnalisme Kristiani di Indonesia

Penting untuk dicatat bahwa kueri pengguna secara spesifik menyebut “Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI).” sebagai representasi dari organisasi jurnalis Kristiani di Indonesia yang lebih luas.

Visi dan Misi Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI):

Berdasarkan Anggaran Dasar (AD) PWGI, organisasi ini didirikan sebagai wadah bagi para wartawan gereja untuk bergerak di bidang Marturia (Pewartaan) dan secara khusus ikut serta membangun Kerajaan Allah dengan Jurnalisme di era digital.71 Tujuan PWGI, yang berfungsi sebagai visi dan misi operasional, adalah sebagai berikut:

  1. Mewujudkan cita-cita Kemerdekaan Pers Pancasila yang bebas dan bertanggung jawab. 71
  2. Perlindungan Hak Azasi dan Hukum kepada Insan Pers Nasional dan Pers (Pewartaan) Gereja benar-benar terjamin. 71
  3. Melanjutkan dan meneruskan perjuangan Insan Pers Indonesia dan Pers (Pewartaan) Gereja untuk mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan terutama dalam bidang pewartaan agama Kristen dan Katolik. 71
  4. Bertujuan untuk menjadi wadah komunikasi, menciptakan hubungan dan kerjasama yang erat antar anggota yang terhimpun dalam perkumpulan, diskusi, tukar pengalaman dalam bidang jurnalistik gereja yang mendatangkan manfaat bagi anggota perkumpulan dan masyarakat. 71
  5. Mewujudkan serta menjamin kesejahteraan sosial Insan Wartawan Gereja dan keluarganya. 71
  6. Membantu mencerdaskan umat (jemaat) gereja, masyarakat dan mass media sebagai alat penerangan. 71
  7. Meningkatkan Karya Jurnalis Wartawan Gereja. 71
  8. Membantu melakukan pendidikan jurnalistik kepada anggotanya untuk meningkatkan sumber daya manusia dibidangnya secara profesional dalam menyongsong era digitalisasi. 71
  9. Sebagai penyampai aspirasi masyarakat kepada pemerintah atau sebaliknya. 71
  10. Sebagai polisi kontrol dan sosial kontrol bagi pemerintah, gereja dan masyarakat. 71

Secara ringkas, visi PWGI adalah “Menjadi wadah bagi wartawan Kristen Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme, solidaritas, dan berperan aktif dalam pembangunan bangsa berdasarkan nilai-nilai Kristiani.” Misi PWGI mencakup peningkatan kualitas dan profesionalisme wartawan Kristen, mempererat solidaritas, mendorong peran aktif dalam pembangunan bangsa, menjadi mitra gereja dalam menyampaikan informasi yang benar dan membangun, serta memperjuangkan kebebasan pers dan keadilan. 71

B. PWGI sebagai Tongkat: Membimbing dan Melindungi Umat Melalui Informasi yang Benar dan Beretika

Sebagai “tongkat,” organisasi jurnalisme Kristiani seperti PWGI memikul tanggung jawab ganda untuk melindungi dan membimbing umat di tengah kompleksitas era digital.

Perlindungan:

  • Melawan Disinformasi dan Hoaks: Jurnalis Kristiani memiliki peran krusial dalam menyaring informasi dan memerangi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan cyberbullying yang dapat mengikis nilai-nilai moral dalam masyarakat.19 Penekanan  pada jurnalisme etis 30 secara langsung mendukung peran perlindungan ini, memastikan bahwa informasi yang disajikan akurat dan seimbang.
    12
  • Menjaga Nilai-nilai Kristiani: Di era di mana teknologi digital berpotensi “merusak nilai-nilai Kristen” 15, PWGI bertindak sebagai “tongkat” dengan mempromosikan konten yang mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai tersebut, memastikan bahwa iman tetap relevan dan kokoh, terutama bagi kaum muda yang hidup dalam konteks mobilitas dan penggunaan media digital.33
  • Etika Jurnalisme: Penegakan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) adalah hal yang harus dilakukan oleh jurnalis di Indonesia.34 PWGI memastikan akurasi, keseimbangan, dan integritas dalam pemberitaan untuk mencegah kerusakan citra dan membangun kepercayaan publik.30 Organisasi ini menyerukan agar pers Kristiani “tampil berbeda” dengan menjunjung tinggi etika, karena tanpa etika, dampaknya akan “gelap gulita”.30

Bimbingan:

  • Penyebaran Injil (Evangelisasi): Media adalah alat yang efektif untuk memberitakan Injil.21 Anggota PWGI secara aktif berpartisipasi dalam misi ini, membuat pesan Kristen dapat diakses secara luas, sejalan dengan Ensiklik Evangelii Nuntiandi.21
  • Pembinaan Iman: PWGI digunakan untuk memupuk dan memperdalam iman, menciptakan suasana iman yang dinamis, bertumbuh, dan berbuah dalam setiap hari jemaat.21 Ini termasuk menciptakan konten inspiratif dan program edukasi yang relevan.17
  • Penyebaran Nilai-nilai: Organisasi ini menyebarkan nilai-nilai kasih, kebenaran, dan etika Kristiani.21 Hal ini sejalan dengan tema “terang bagi bangsa” yang diusung oleh PWGI.24
  • Literasi Digital: PWGI dapat membimbing komunitas Kristen, terutama kaum muda, dalam penggunaan media sosial yang bijaksana dan bertanggung jawab, membantu mereka menyaring informasi dan menghindari konten berbahaya.21 Diskusi  tentang strategi gereja di era digital secara langsung berkontribusi pada aspek ini.
    29

Organisasi jurnalisme Kristiani tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga aktif dalam pelatihan jurnalistik 28, diskusi strategi gereja di era digital 29, dan penegakan etika jurnalisme.30 Hal ini menunjukkan bahwa peran mereka melampaui sekadar penyedia informasi eksternal; mereka secara proaktif mendidik dan melengkapi komunitas Kristen dan para pemimpinnya untuk menavigasi lanskap digital. Dengan demikian, organisasi jurnalisme Kristiani berfungsi sebagai agen transformasi digital internal gereja, sebagai “tongkat” yang membimbing dan melatih gereja itu sendiri dalam adaptasi digital, dan sebagai “jembatan” yang membangun kapasitas internal gereja untuk komunikasi digital. Dengan demikian, organisasi ini adalah katalisator penting bagi transformasi digital gereja secara keseluruhan, bukan hanya sebagai corong eksternal.

C. PWGI sebagai Jembatan: Menghubungkan Gereja dengan Masyarakat dan Memfasilitasi Komunikasi Digital

Sebagai “jembatan,” organisasi jurnalisme Kristiani menghubungkan gereja dengan berbagai pihak, baik internal maupun eksternal, dan memfasilitasi komunikasi di era digital.

Menghubungkan Gereja dengan Masyarakat Luas:

  • Sarana Evangelisasi dan Pewartaan: Media digital memungkinkan Gereja menyampaikan pesan Kristus kepada audiens yang lebih luas, melampaui batasan geografis fisik.21 Ini mencakup penggunaan platform media sosial yang mendorong komunikasi global.10
  • Dialog Antarbudaya dan Antariman: Media dapat memfasilitasi dialog, pemahaman, dan pertukaran pengetahuan antarbudaya dan antariman.10 Keterlibatan  dalam dialog antariman, seperti yang terlihat dalam diskusi tentang Paus Fransiskus dan Istiqlal sebagai “rumah besar kemanusiaan” 28, adalah contoh nyata peran penghubung ini.
  • Membentuk Opini Publik: Mengingat media memengaruhi pandangan masyarakat dalam proses pembentukan opini atau sudut pandangnya 11, organisasi jurnalisme Kristiani berperan dalam membentuk opini publik secara positif, memastikan informasi yang akurat dan seimbang tentang komunitas Kristen dan kontribusinya kepada bangsa. Mereka juga terlibat dalam isu-isu sosial yang lebih luas, seperti diskusi tentang hak asasi manusia atau transformasi moral bangsa.
    28 Hal ini menunjukkan peran organisasi jurnalisme Kristiani dalam membentuk opini publik dan keterlibatan sosial yang lebih luas. Peran “jembatan” organisasi jurnalisme Kristiani tidak hanya terbatas pada komunitas internal gereja, tetapi juga meluas ke masyarakat umum. Agar organisasi ini sepenuhnya mewujudkan metafora “tongkat yang menjadi jembatan,” “jembatan” mereka harus melampaui penghubungan gereja secara internal. Mereka harus secara aktif menjembatani suara dan nilai-nilai gereja ke dalam wacana publik yang lebih luas mengenai isu-isu kritis nasional dan sosial. Dengan demikian, mereka dapat berfungsi sebagai kompas moral (“tongkat”) dan fasilitator dialog konstruktif (“jembatan”) bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan, menunjukkan relevansi iman dalam kehidupan bernegara.

Memfasilitasi Komunikasi Internal Gereja:

  • Platform Digital untuk Persekutuan: Organisasi ini mendukung gereja-gereja dalam memanfaatkan platform digital untuk ibadah, persekutuan, dan pelayanan pastoral, seperti livestreaming ibadah dan studi Alkitab online.13
  • Menjangkau Generasi Z: Organisasi jurnalisme Kristiani mengadopsi strategi untuk melibatkan digital natives melalui konten yang relevan dan pengalaman interaktif di media sosial, seperti video pendek inspiratif dan sesi tanya jawab langsung.14

D. Tantangan dan Peluang PWGI di Era Digital

Peran organisasi jurnalisme Kristiani sebagai “Tongkat yang Menjadi Jembatan” di era digital tidak lepas dari berbagai tantangan dan peluang.

Tantangan (Challenges):

  • Kesenjangan Digital: Menjembatani kesenjangan bagi jemaat yang kurang melek teknologi, seperti lansia, yang menghadapi kesulitan dalam menggunakan layanan daring.13
  • Proliferasi Hoaks dan Ujaran Kebencian: Perjuangan terus-menerus melawan disinformasi dan konten negatif yang merusak nilai-nilai moral dan karakter Kristiani.19
  • Mempertahankan Integritas dan Independensi: Tantangan untuk menjaga etika jurnalistik di tengah tekanan dan godaan, memastikan bahwa pers Kristiani memiliki “nilai lebih”.30
  • Adaptasi Teknologi Berkelanjutan: Kebutuhan akan inovasi dan investasi berkelanjutan dalam alat dan platform digital baru untuk tetap relevan dengan kebiasaan konsumsi media generasi Z.14
  • Kualitas Konten: Memastikan bahwa konten kreatif tetap memiliki kedalaman spiritual dan tidak hanya dangkal, serta mampu membawa jemaat pada pertumbuhan rohani yang mendalam.13

Peluang (Opportunities):

  • Ekspansi Jangkauan: Mencapai jumlah orang yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan pesan Kristiani, termasuk mereka yang sulit dijangkau secara fisik.20
  • Inovasi Konten: Mengembangkan format yang beragam dan menarik untuk evangelisasi dan pembinaan iman, seperti video, gambar, dan podcast.17 PWGI dapat berperan aktif dalam memproduksi konten-konten media yang positif, inspiratif, dan berbasis nilai-nilai Kristiani sebagai narasi alternatif terhadap banjir informasi negatif. 71
  • Kolaborasi Lintas Sektoral: Membangun kemitraan yang lebih kuat dengan sinode gereja, institusi teologi, pakar teknologi, dan organisasi media lainnya untuk memperluas jangkauan, berbagi sumber daya, dan mengatasi tantangan bersama dalam ekosistem digital yang terus berkembang.21 PWGI dapat memperkuat jaringan dan kolaborasi antar wartawan Kristen, gereja, dan lembaga Kristen lainnya untuk berbagi sumber daya dan keahlian. 71
  • Penguatan Identitas Kristen: Membantu membentuk identitas spiritual yang kokoh bagi generasi muda di dunia digital yang kompleks, di mana mereka sangat ahli dalam menggunakan perangkat digital.14
  • Peningkatan Literasi Media dan Informasi: PWGI, dengan keahlian jurnalistik dan komunikasinya, sangat dibutuhkan untuk membantu gereja meningkatkan literasi media digital di kalangan jemaat melalui pelatihan, seminar, dan workshop untuk memilah informasi, mengenali hoaks, dan menggunakan media sosial secara bijak. 71
  • Jembatan Komunikasi Gereja dan Publik: Wartawan gereja yang tergabung dalam PWGI dapat menjadi jembatan komunikasi yang efektif antara gereja dan publik yang lebih luas, membantu gereja menyampaikan pesan penting, mengklarifikasi isu, dan membangun citra positif. 71
  • Advokasi Kebijakan Media yang Sehat: PWGI dapat berperan dalam advokasi kebijakan media yang lebih sehat dan bertanggung jawab, termasuk mendorong regulasi yang lebih ketat terhadap penyebaran hoaks dan disinformasi, serta mempromosikan etika jurnalistik yang berintegritas. 71

Misi organisasi jurnalisme Kristiani terkait erat dengan penyebaran Injil dan pembinaan iman 21, yang merupakan dimensi spiritual. Namun, terdapat penekanan kuat pada penegakan Kode Etik Jurnalistik 30 dan memerangi disinformasi

19, yang merupakan dimensi profesional. Hal ini menunjukkan adanya sinergi misi spiritual dan profesionalisme jurnalistik sebagai pilar kredibilitas. Keberhasilan organisasi jurnalisme Kristiani sebagai “tongkat yang menjadi jembatan” sangat bergantung pada kemampuannya untuk mengintegrasikan panggilan spiritualnya dengan integritas jurnalistik yang ketat. Ini berarti memastikan bahwa “bimbingan” yang ditawarkan didasarkan pada fakta yang akurat dan disampaikan secara etis, dan “koneksi” yang dibangun didasarkan pada kebenaran dan kepercayaan. Ini akan meningkatkan kredibilitas dan dampak media Kristen di Indonesia.

V. Kesimpulan dan Rekomendasi

Metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan” secara efektif merangkum peran dinamis dan esensial organisasi jurnalisme Kristiani seperti Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dalam lanskap digital kontemporer. Metafora ini menyoroti fungsi ganda mereka: sebagai “tongkat,” mereka memberikan bimbingan spiritual dan etis, melindungi umat dari disinformasi, dan menegakkan nilai-nilai Kristiani di tengah arus informasi yang deras. Sebagai “jembatan,” mereka menghubungkan gereja dengan jemaatnya dan masyarakat luas, memfasilitasi komunikasi, evangelisasi, pembinaan iman, serta dialog antarbudaya dan antariman. Kemampuan mereka untuk menavigasi kompleksitas era digital, menghadapi tantangan kesenjangan digital dan proliferasi hoaks, sekaligus memanfaatkan peluang jangkauan luas dan inovasi konten, adalah kunci relevansi dan dampak pelayanan mereka.

Metafora ini bukan sekadar konstruksi akademis, melainkan kerangka kerja yang hidup untuk memahami adaptasi dan misi berkelanjutan media Kristiani di dunia yang semakin kompleks dan saling terhubung. Ini menyoroti pendekatan proaktif, bertanggung jawab, dan integratif yang diperlukan agar jurnalisme Kristiani dapat berkembang dan melayani secara efektif.

Rekomendasi Strategis untuk PWGI dalam Mengoptimalkan Perannya

Untuk mengoptimalkan perannya sebagai “Tongkat yang Menjadi Jembatan” di era digital, Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dan organisasi sejenis dapat mempertimbangkan rekomendasi strategis berikut:

  1. Peningkatan Literasi Digital Komprehensif: Organisasi jurnalisme Kristiani perlu memperluas program literasi digital tidak hanya pada penggunaan dasar teknologi, tetapi juga pada pengembangan pemikiran kritis, pembedaan etis, serta produksi dan konsumsi konten yang bertanggung jawab. Program ini harus menargetkan semua kelompok usia, dengan perhatian khusus pada lansia untuk menjembatani kesenjangan digital dan kaum muda untuk membekali mereka menghadapi tantangan dunia maya. Hal ini akan memperkuat kemampuan jemaat untuk membedakan kebenaran dari disinformasi, menjadikan jemaat lebih resilien terhadap narasi negatif.13
  2. Pengembangan Konten Inovatif dan Kontekstual: Organisasi jurnalisme Kristiani harus terus berinovasi dalam menciptakan format konten digital yang beragam, menarik, dan relevan dengan isu-isu kontemporer dari perspektif Kristen. Pemanfaatan platform media sosial yang berbeda secara strategis dapat membantu menjangkau demografi yang spesifik, terutama Generasi Z, dengan narasi yang otentik dan inklusif. Ini akan memastikan pesan iman tetap menarik dan relevan di tengah persaingan informasi yang ketat.17
  3. Penguatan Etika Jurnalisme Kristiani: Penting untuk terus mengadvokasi dan menegakkan standar etika jurnalistik tertinggi, memastikan akurasi, keseimbangan, dan integritas dalam semua pemberitaan. Kredibilitas organisasi jurnalisme Kristiani sebagai sumber informasi yang dapat diandalkan sangat bergantung pada komitmen ini. Penegakan etika yang kuat akan membedakan mereka dari sumber informasi yang tidak bertanggung jawab dan membangun kepercayaan publik.19
  4. Kolaborasi Lintas Sektoral yang Strategis: Membangun kemitraan yang lebih kuat dengan sinode gereja, institusi teologi, pakar teknologi, dan organisasi media lainnya adalah langkah krusial. Kolaborasi semacam ini dapat memperluas jangkauan pelayanan, memungkinkan berbagi sumber daya dan keahlian, serta mengatasi tantangan bersama dalam ekosistem digital yang terus berkembang.21
  5. Advokasi dan Keterlibatan Sosial: Organisasi jurnalisme Kristiani harus secara aktif terlibat dalam wacana publik mengenai isu-isu nasional dan sosial. Dengan memanfaatkan peran “jembatan” mereka, organisasi ini dapat membawa suara dan nilai-nilai Kristen ke dalam percakapan masyarakat yang lebih luas, sehingga berfungsi sebagai kompas moral (“tongkat”) dan fasilitator dialog konstruktif bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan, menunjukkan relevansi iman dalam kehidupan bernegara.28

Implementasi rekomendasi ini akan memungkinkan Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia untuk terus mewujudkan metafora “Tongkat yang Menjadi Jembatan” secara efektif, memperkuat peran mereka dalam membimbing dan melindungi komunitas Kristiani, serta menjadi penghubung yang vital dalam membangun masyarakat Indonesia yang lebih beretika dan harmonis di era digital.

Daftar Pustaka

Karya yang dikutip

  1. Metafora: Jembatan Ringkas dan Kaya Makna dalam Komunikasi Publik dan Politik, diakses Juni 27, 2025, https://m.kumparan.com/donny-syofyan/metafora-jembatan-ringkas-dan-kaya-makna-dalam-komunikasi-publik-dan-politik-24v0TWmHPjf
  2. 83 Contoh Majas Metafora Beserta Penjelasan Lengkapnya – Gramedia, diakses Juni 27, 2025, https://www.gramedia.com/literasi/contoh-majas-metafora/
  3. Apakah arti penting dari tongkat Harun? – Got Questions, diakses Juni 27, 2025, https://www.gotquestions.org/Indonesia/Tongkat-Harun.html
  4. Apakah yang dimaksud dengan tongkat kerajaan Allah? – Got Questions, diakses Juni 27, 2025, https://www.gotquestions.org/Indonesia/tongkat-Tuhan.html
  5. Gada-Mu dan tongkat-Mu – Representative of Christ Kingdom Sydney, diakses Juni 27, 2025, https://rocksydney.org.au/sermon/gada-mu-dan-tongkat-mu/
  6. Tongkat Gembala -Definisi dan Arti | Kamus Alkitab – JW.ORG, diakses Juni 27, 2025, https://www.jw.org/id/perpustakaan/buku/daftar-istilah-alkitab/tongkat-gembala/
  7. ANALISIS MAKNA TANDA IKON, INDEKS, DAN SIMBOL SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE PADA FILM 2014 SIAPA DI ATAS PRESIDEN? ICON SIGNE, diakses Juni 27, 2025, https://journal.um-surabaya.ac.id/Stilistika/article/download/13017/5213/34111
  8. ZIKIR HENING SUFI DALAM ANALISIS SEMIOTIKA, diakses Juni 27, 2025, https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/syifa-al-qulub/article/download/7308/pdf
  9. Media Sosial sebagai Jembatan Komunikasi | kumparan.com, diakses Juni 27, 2025, https://kumparan.com/izzakhalifa05/media-sosial-sebagai-jembatan-komunikasi-1v2INoBI11m
  10. Peran Media dalam Meningkatkan Pemahaman Komunikasi Antar Budaya – ResearchGate, diakses Juni 27, 2025, https://www.researchgate.net/publication/385348955_Peran_Media_dalam_Meningkatkan_Pemahaman_Komunikasi_Antar_Budaya
  11. PERAN MEDIA MASSA DALAM MEMBENTUK OPINI PUBLIK | choiriyati | PERSPEKTIF, diakses Juni 27, 2025, https://www.journal.uml.ac.id/index.php/PF/article/viewFile/143
  12. Peran Media Massa dalam Membentuk Opini Publik dalam Konteks Kewarganegaraan, diakses Juni 27, 2025, https://jupetra.org/index.php/jpt/article/view/325?articlesBySameAuthorPage=8
  13. Tinjauan Kritis terhadap Gereja di Era Digital dan Pelayanan bagi …, diakses Juni 27, 2025, https://ejournal-iakn-manado.ac.id/index.php/tumoutou/article/download/793/599/1912
  14. Peran Gereja dalam Membangun Identitas Rohani Generasi Pemuda di Era Digital, diakses Juni 27, 2025, https://ifrelresearch.org/index.php/jpat-widyakarya/article/download/4465/4645/19163
  15. Peran Gereja dalam Pengembangan Pendidikan Kristen bagi Anak Muda pada Era Teknologi Digital – ResearchGate, diakses Juni 27, 2025, https://www.researchgate.net/publication/355774409_Peran_Gereja_dalam_Pengembangan_Pendidikan_Kristen_bagi_Anak_Muda_pada_Era_Teknologi_Digital
  16. pelayanan gereja di era digital berdasarkan analisis deskriptif kisah para rasul 2:41-47 – THEOLOGIA INSANI – STAK-RRI, diakses Juni 27, 2025, https://ojs.stakrri.ac.id/index.php/theologiainsani/article/download/72/50/695
  17. Strategi Gereja untuk Menjangkau Generasi Z di Era Digital – Erista, diakses Juni 27, 2025, https://www.erista.io/id/blog/strategi-gereja-untuk-menjangkau-generasi-z-di-era-digital
  18. TANGGUNG JAWAB ETIS REMAJA KRISTEN DI ERA DIGITALISASI – Jurnal Makedonia, diakses Juni 27, 2025, https://jurnal.makedonia.ac.id/index.php/prosiding/article/download/29/49
  19. Etika Kristen dalam Platform Digital: Upaya Meningkatkan Moralitas dan Karakter Kristiani Pendahuluan, diakses Juni 27, 2025, https://www.jurnal.stttorsina.ac.id/index.php/epigraphe/article/download/326/190
  20. Tantangan dan Peluang Dakwah di Era Digital – Kompasiana.com, diakses Juni 27, 2025, https://www.kompasiana.com/arinanurdalylah5085/6859235ec925c45cd8355382/tantangan-dan-peluang-dakwah-di-era-digital
  21. Peran Media Sosial dalam Katekese guna Membangun Iman di Era …, diakses Juni 27, 2025, https://journal.aripafi.or.id/index.php/jbpakk/article/download/371/511/2037
  22. KHARISMA: JURNAL ILMIAH TEOLOGI Peran Gereja dalam Meningkatkan Literasi Media Sosial pada Generasi Z di Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://jurnalsttkharisma.ac.id/index.php/Kharis/article/download/233/pdf
  23. lansia cakap digital: pelatihan literasi digital di gereja katolik paroki gembala yang baik – Journal Widya Mandala Surabaya Catholic University, diakses Juni 27, 2025, https://jurnal.ukwms.ac.id/index.php/peka/article/download/7189/5355/23608
  24. Pengurus Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia Resmi Dilantik, diakses Juni 27, 2025, https://tabloidmitra.com/pengurus-perkumpulan-wartawan-media-kristiani-indonesia-resmi-dilantik/
  25. Peresmian Media Center PGI. Wujud Dukungan bagi Jurnalis, diakses Juni 27, 2025, https://pgi.or.id/peresmian-media-center-pgi-wujud-dukungan-bagi-jurnalis/
  26. RAKERNAS I  TAHUN 2019, HASILKAN KONSOLIDASI ORGANISASI DAN PROGRAM | Gerejani Dot Com, diakses Juni 27, 2025, https://gerejani.com/content/rakernas-i–tahun-2019-hasilkan-konsolidasi-organisasi-dan-program
  27. PGI dan  ID Perkuat Kerja Sama dalam Mewartakan Kekristenan di Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://gpdi.or.id/detailpost/pgi-dan–id-perkuat-kerja-sama-dalam-mewartakan-kekristenan-di-indonesia
  28. Berita – Perkumpulan Wartawan Nasrani Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://-id.com/berita/
  29. Daring  Strategi Gereja Era Pandemi di tangan Generasi ke Dua, diakses Juni 27, 2025, https://-id.com/daring–strategi-gereja-era-pandemi-di-tangan-generasi-ke-dua/
  30. Tommy Sihotang:  Indonesia Harus Tegakkan Kode Etik Jurnalistik – Jawaban.com, diakses Juni 27, 2025, https://www.jawaban.com/read/article/id/2015/05/16/91/150517141904/tommy_sihotang_indonesia_harus_tegakkan_kode_etik_jurnalistik
  31. Merajut Jurnalisme Berintegritas:  Kota Bekasi Menggelar Rakercab dan Pelatihan Jurnalis – Telusur News, diakses Juni 27, 2025, https://telusurnews.com/2024/05/12/merajut-jurnalisme-berintegritas–kota-bekasi-menggelar-rakercab-dan-pelatihan-jurnalis/
  32. Sejarah PWI | Web Resmi Persatuan Wartawan Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://pwi.or.id/page/sejarah-pwi
  33. Peran Gereja dalam Penguatan Karakter Remaja di Era Digital | Heryanto | HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, diakses Juni 27, 2025, https://e-journal.sttharvestsemarang.ac.id/index.php/harvester/article/view/230/0
  34. ETIKA JURNALISTIK DALAM PROSES PELIPUTAN BERITA – Scriptura, diakses Juni 27, 2025, https://scriptura.petra.ac.id/index.php/iko/article/view/19384
  35. Peran Gereja dalam Pengembangan Program Kewirausahaan di Era Digital – Neliti, diakses Juni 27, 2025, https://www.neliti.com/publications/284902/peran-gereja-dalam-pengembangan-program-kewirausahaan-di-era-digital
  36. PGI – Kesatuan Tubuh Kristus yang Tangguh dan Relevan, diakses Juni 27, 2025, https://pgi.or.id/
  37. KPU, diakses Juni 27, 2025, https://www.kpu.go.id/
  38. Visi dan Misi – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bengkulu Utara, diakses Juni 27, 2025, https://dpppa.bengkuluutarakab.go.id/visi-misi/
  39. Visi, Misi, dan Tujuan – Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, diakses Juni 27, 2025, https://unipasby.ac.id/index/content/92-visi,-misi,-dan-tujuan
  40. POLA OLYMPUS PAGI INI Lembaga Publikasi Ilmiah dan Pengabdian Masyarakat, diakses Juni 27, 2025, https://bakticendekianusantara.or.id/about/?orang_malas=POLA%20OLYMPUS%20PAGI%20INI
  41. Publikasi – PAGI – Perkumpulan Ahli Informasi Geospasial Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://pagiiges.org/publikasi/
  42. Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia – Wikipedia, diakses Juni 27, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Angkatan_Muda_Kristen_Indonesia
  43. Visi & Misi – YAYASAN KOMUNIKASI BERSAMA, diakses Juni 27, 2025, https://www.ykb-wasiat.org/visi-misi/
  44. Visi & Misi – Gereja Presbyterian Orchard, diakses Juni 27, 2025, https://www.gpoorchard.org/visi-misi/
  45. Program Umum – Persatuan Jurnalis Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://www.pji.or.id/index.php/item/17-program-umum
  46. Membangun Komunitas Katolik Yang Kuat Di Era Digital, diakses Juni 27, 2025, https://ejurnal.stpkat.ac.id/index.php/lumen/article/download/343/374/1276
  47. Hubungi Kami | Web Resmi Persatuan Wartawan Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://pwi.or.id/contact
  48. Persekutuan Gereja Indonesia Wilayah Kepri, Gelar Seminar Peran Aktif Pimpinan Gereja Pada Pilkada 2024 – Bursa Kota, diakses Juni 27, 2025, https://www.bursakota.co.id/persekutuan-gereja-indonesia-wilayah-kepri-gelar-seminar-peran-aktif-pimpinan-gereja-pada-pilkada-2024/
  49. Mediatinker – Kristen McQuillin, diakses Juni 27, 2025, https://mediatinker.com/
  50. Media Kristen Indonesia – Podcast – Apple Podcasts, diakses Juni 27, 2025, https://podcasts.apple.com/no/podcast/media-kristen-indonesia/id1549023606
  51. Indonesian Reformed Evangelical Church – Wikipedia, diakses Juni 27, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Indonesian_Reformed_Evangelical_Church
  52. Catholic Church in Indonesia – Wikipedia, diakses Juni 27, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Catholic_Church_in_Indonesia
  53. Deontologi dan Teleologi dalam Etika Kristen tentang Aborsi di Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://prin.or.id/index.php/JURRAFI/article/view/5587?articlesBySimilarityPage=4
  54. MARS  (Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia) – YouTube, diakses Juni 27, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=YMozpvW5KiI
  55. MARS  – Persatuan Wartawan Media Kristen Indonesia – YouTube, diakses Juni 27, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=-BgKAdQ_ark
  56. Selain Pengurus DPP,  Kukuhkan Para Dewan Penasehat, diakses Juni 27, 2025, https://majalahspektrum.com/2019/05/07/selain-pengurus-dpp–kukuhkan-para-dewan-penasehat-organisasi/
  57. Wakil Presiden K.H Maruf Amin Menerima Kunjungan Pimpinan, diakses Juni 27, 2025, https://victoriousnews.com/2022/04/22/wakil-presiden-kh-maruf-amin-menerima-kunjungan-pimpinan-gereja-se-tanah-papua-di-istana-negara/
  58.  Indonesia: Perkumpulan Wartawan Nasrani Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://-id.com/
  59. Prof. Edia Rahayuningsih: produk dengan  alami siap mendukung mewujudkan Indonesia Tangguh – FT UGM, diakses Juni 27, 2025, https://ft.ugm.ac.id/prof-edia-rahayuningsih-produk-dengan–alami-siap-mendukung-mewujudkan-indonesia-tangguh/
  60. Sehat Dengan  Pangan Alami – BBPP Lembang, diakses Juni 27, 2025, https://bbpplembang.bppsdmp.pertanian.go.id/publikasi-detail/1186
  61. Mekanisasi Teknologi an Kain dan Benang dengan  Alami sebagai Sarana Akselerasi Aplikasi  Alami – Penelitian UGM, diakses Juni 27, 2025, https://penelitian.ugm.ac.id/2023/11/16/mekanisasi-teknologi-an-kain-dan-benang-dengan–alami-sebagai-sarana-akselerasi-aplikasi–alami/
  62. Rancangan Program Kerja  Alam: Sma Negeri 1 Putussibau | PDF – Scribd, diakses Juni 27, 2025, https://id.scribd.com/document/637281612/Untitled
  63. Peranan Pendidikan Agama Kristen Terhadap Kebebasan Media Massa Terhadap Pendidikan Agama Kristen, diakses Juni 27, 2025, https://jurnal.sttarastamarngabang.ac.id/index.php/sinarkasih/article/download/418/461/1694
  64. Peran Media Digital dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di Indonesia, diakses Juni 27, 2025, https://ifrelresearch.org/index.php/jpat-widyakarya/article/download/4513/4689/19439
  65. Transformasi Pelayanan Gereja dalam Era Digital: Studi Kasus di GBI Gradasi Bekasi | Jurnal Penelitian Ilmiah Multidisipliner, diakses Juni 27, 2025, https://ojs.ruangpublikasi.com/index.php/jpim/article/view/420
  66. MEDIA SOSIAL SEBAGAI SARANA PEWARTAAN DI ERA DIGITAL DI KALANGAN ORANG MUDA PAROKI WERI – ResearchGate, diakses Juni 27, 2025, https://www.researchgate.net/publication/364283944_MEDIA_SOSIAL_SEBAGAI_SARANA_PEWARTAAN_DI_ERA_DIGITAL_DI_KALANGAN_ORANG_MUDA_PAROKI_WERI
  67. JUITAK: Jurnal Ilmiah Teologi dan Pendidikan Kristen, diakses Juni 27, 2025, https://jurnal.tiga-mutiara.com/index.php/juitak
  68. Kharisma: Jurnal Ilmiah Teologi, diakses Juni 27, 2025, https://jurnalsttkharisma.ac.id/
  69. PEMANFAATAN  ALAM DALAM MENGHASILKAN KARYA FESYEN (Studi Kasus Produk Busana Casual Pria dan Wanita) – jurnal idb bali, diakses Juni 27, 2025, https://jurnal.idbbali.ac.id/index.php/damoda/article/download/512/419
  70. Edia: Kurangi Pencemaran, Hidupkan Kembali  Alami – Fakultas Teknik – FT UGM, diakses Juni 27, 2025, https://ft.ugm.ac.id/edia-kurangi-pencemaran-hidupkan-kembali–alami/
  71. AD ART PWGI FIX to print.docx

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!