Novel Sepuluh Cermin: Pengakuan Seorang Netizen

📚 Resensi Novel
Sepuluh Cermin: Pengakuan Seorang Netizen

Judul: Sepuluh Cermin: Pengakuan Seorang Netizen
Penulis: Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Penerbit: HTMLFLIP5
Tebal: 32 Halaman

Sekilas Isi

Novel ini menghadirkan perjalanan batin seorang jurnalis digital bernama Jonas yang menuliskan pengakuannya melalui semacam diari online. Setiap bab digambarkan sebagai sebuah cermin yang memantulkan sisi gelap kehidupannya di dunia digital: kecanduan layar, cyberbullying, ujaran kebencian atas nama agama, pornografi, perselingkuhan emosional digital, hingga hoaks yang ia tulis demi klik.

Sepuluh cermin itu bukan sekadar kisah, melainkan metafora introspektif tentang bagaimana teknologi bisa memperlihatkan siapa kita sebenarnya—bukan hanya wajah yang tampak di layar, tetapi jiwa yang terjerat oleh candu, iri hati, dan kesalahan moral.

Namun, alih-alih berakhir dalam keputusasaan, Jonas justru menemukan jalan keluar. Ia menyadari bahwa Sepuluh Firman yang dulu dianggapnya sekadar aturan kuno, justru menjadi pintu menuju kebebasan batin. Novel ditutup dengan nada reflektif: dari pengakuan personal yang penuh luka, menjadi kesaksian publik tentang harapan dan penerimaan diri.

Kekuatan Novel

  1. Format yang intim – ditulis seperti catatan harian digital, membuat pembaca merasa dekat dengan tokoh.
  2. Kisah yang relevan – setiap orang yang hidup di era media sosial bisa merasa “tercermin” dalam pengalaman Jonas.
  3. Simbolisme yang kuat – dari membakar kertas, menutup laptop, hingga menyalakan lilin, semuanya menjadi metafora perjalanan batin.
  4. Nuansa rohani – menghadirkan refleksi spiritual yang tidak menggurui, tetapi mengalir dari pengalaman nyata.
  5. Bahasa yang menyayat dan reflektif – sederhana namun penuh daya pukau, membuat pembaca merenung.

Pesan Utama

Sepuluh Cermin adalah undangan untuk bercermin pada diri sendiri. Apakah kita masih manusia yang utuh, atau hanya bayangan digital yang dikuasai notifikasi dan algoritma? Melalui pengakuan Jonas, pembaca diajak menemukan kembali makna sabat, kasih dalam relasi keluarga, integritas dalam pekerjaan, serta keberanian untuk menerima diri apa adanya.

Alasan Harus Dibaca
• Bagi generasi digital: Novel ini menjadi pengingat bahwa di balik layar yang selalu padam-nyala, ada kehidupan nyata yang tak tergantikan.
• Bagi pecinta sastra rohani: Kisah ini bukan hanya cerita, melainkan doa panjang yang terselip di antara kata-kata.
• Bagi siapa saja: Novel ini relevan karena setiap orang pasti pernah berhadapan dengan “cermin” dirinya di dunia maya.

✨ Singkatnya, Sepuluh Cermin bukan sekadar novel tentang netizen, tetapi tentang manusia yang mencari dirinya kembali di tengah dunia digital yang bising.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!