Mammon dan Ketamakan: Tafsir Hermeneutika dengan Metode Kritik Historis terhadap Lukas 16:11

Jurnal Teologi dan Hermeneutika Alkitabiah

Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.

Abstrak

Artikel ini menelusuri konsep Mammon dan ketamakan (greed) dalam Alkitab melalui pendekatan tafsir hermeneutika dengan metode kritik historis terhadap Lukas 16:11: “Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” Melalui analisis teks, konteks historis, serta interpretasi teologis, tulisan ini berusaha membedakan antara kekayaan sebagai sarana ilahi dan mamon sebagai simbol kekuasaan yang menindas. Kajian ini menemukan bahwa mamon bukan sekadar harta benda, tetapi suatu sistem nilai yang berlawanan dengan kerajaan Allah — sebuah “anti-tuan” yang mengubah manusia dari pelayan Tuhan menjadi penyembah materi.

Kata Kunci: Mammon, ketamakan, Lukas 16:11, hermeneutika, kritik historis, kekayaan, etika Kristiani.

 

Abstract

This article explores the concept of Mammon and greed in the Bible through a hermeneutical approach using the historical-critical method on Luke 16:11: “So if you have not been trustworthy in handling worldly wealth, who will trust you with true riches?” Through textual analysis, historical context, and theological interpretation, this paper differentiates between wealth as a divine instrument and Mammon as a symbol of oppressive power. The study finds that Mammon represents not merely material wealth but a value system opposed to the Kingdom of God—an “anti-master” that turns humanity from serving God to worshiping materiality.

Keywords: Mammon, greed, Luke 16:11, hermeneutics, historical criticism, wealth, Christian ethics.

 

Pendahuluan

Fenomena ketamakan dan materialisme tidak hanya menjadi isu ekonomi, tetapi juga spiritual. Dalam wacana biblika, istilah Mammon muncul sebagai personifikasi dari kekayaan yang tidak jujur (unrighteous wealth) dan menjadi antitesis terhadap ketaatan kepada Allah. Lukas 16:11 menyiratkan bahwa kesetiaan manusia diuji melalui cara ia memperlakukan mamon.

 

1. Pendekatan Kritik Historis terhadap Teks Lukas 16:11

Kritik historis menempatkan Lukas dalam konteks sosial-politik Kekaisaran Romawi, di mana sistem patronase dan dominasi ekonomi melahirkan jurang sosial yang dalam. Istilah Mammonas (Yunani: μαμωνᾶς) berasal dari bahasa Aram māmōnā, berarti “kekayaan” atau “keamanan finansial.” Dalam masyarakat Yahudi pada masa itu, harta sering dianggap sebagai berkat Allah, namun Yesus membalikkan persepsi ini dengan menegaskan bahwa kekayaan dapat menjadi tuan yang menuntut ketaatan lebih dari Allah sendiri (bdk. Mat. 6:24; Luk. 16:13).

 

2. Tafsir Hermeneutika terhadap Konsep Mammon

Hermeneutika menekankan dialog antara teks dan pembaca masa kini. Mammon bukan hanya konsep kuno, tetapi simbol universal ketamakan manusia di setiap zaman. Ketika Yesus berbicara tentang “mamon yang tidak jujur”, Ia tidak menolak materi, melainkan memperingatkan orientasi hidup yang menempatkan materi sebagai pusat makna.

 

3. Mammon sebagai Personifikasi Ketamakan

Tradisi Kristen kemudian mempersonifikasikan Mammon sebagai iblis kekayaan, sebagaimana muncul dalam tulisan-tulisan abad pertengahan. Mammon menjadi simbol dari keserakahan yang menjerat hati manusia. Dalam Paradise Lost karya John Milton, Mammon digambarkan sebagai malaikat yang matanya terpaku pada emas surga, bukan pada Tuhan.

 

4. Ketamakan sebagai Dosa Struktural

Ketamakan (avaritia) termasuk dalam tujuh dosa pokok. Di era kapitalisme global, ketamakan tampak bukan sebagai dosa, melainkan sebagai motor ekonomi. Namun, tafsir hermeneutika terhadap Lukas 16 menuntun kita melihat ketamakan sebagai dosa struktural — bukan hanya kesalahan individu, tetapi pola sosial yang menjadikan manusia alat produksi, bukan citra Allah.

 

5. Implikasi Etis dan Teologis

Yesus menegaskan bahwa kekayaan hanyalah ujian kesetiaan. “Jika kamu tidak setia dalam mamon yang tidak jujur, siapa yang akan mempercayakan kepadamu harta sejati?” (Luk. 16:11). “Harta sejati” menunjuk pada nilai-nilai Kerajaan Allah — kasih, keadilan, dan solidaritas. Kekayaan dikelola sebagai alat pelayanan, bukan sumber penguasaan.

 

Kesimpulan

Kajian hermeneutika dengan pendekatan kritik historis terhadap Lukas 16:11 menegaskan bahwa Mammon bukan sekadar harta benda, tetapi simbol sistem nilai yang berlawanan dengan kedaulatan Allah. Yesus menantang paradigma lama bahwa kekayaan adalah tanda berkat, dengan menunjukkan bahwa ketamakan justru membutakan hati terhadap “harta sejati.”

 

Daftar Pustaka

  • Brown, Raymond E. The Gospel According to Luke. Anchor Bible Commentary. New York: Doubleday, 1997.
  • Gadamer, Hans-Georg. Truth and Method. London: Bloomsbury, 2004.
  • Jeremias, Joachim. The Parables of Jesus. New York: Scribner, 1972.
  • Milton, John. Paradise Lost. London: Samuel Simmons, 1667.
  • Ricoeur, Paul. Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning. Fort Worth: TCU Press, 1976.
  • Tillich, Paul. Theology of Culture. New York: Oxford University Press, 1959.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!