Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) sebagai Model Misiologi Komunikatif

Oleh : Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.

Abstrak

Perkembangan teknologi digital telah mengubah lanskap komunikasi dan pewartaan iman Kristen, khususnya dalam konteks ekosistem informasi yang ditandai oleh intensitas produksi dan sirkulasi pesan yang cepat, masif, dan sering kali tidak terkurasi. Dalam situasi tersebut, Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) hadir sebagai organisasi kemasyarakatan yang berfokus pada Marturia melalui jurnalisme digital.

Kajian ini menelaah posisi PWGI sebagai model praksis misiologi digital yang mengintegrasikan teologi, literasi media, dan jejaring komunikasi publik. Dengan pendekatan deskriptif-analitis, penelitian ini menunjukkan bahwa PWGI memaknai ruang digital sebagai locus pewartaan Injil, di mana kesaksian iman tidak hanya berdimensi teologis, tetapi juga epistemik, etis, dan sosial.

Melalui program 1G2W (1 Gereja 2 Wartawan), pembentukan jejaring 100+ media warta gereja, serta advokasi literasi digital, PWGI menegaskan bahwa gereja perlu hadir sebagai produsen narasi publik, bukan hanya penerima informasi.

Kesimpulannya, PWGI menghadirkan paradigma Jurnalisme Marturia, yakni praksis pewartaan iman yang berbasis kesaksian, berorientasi transformasi, dan dijalankan melalui media digital secara etis, profesional, dan kontekstual.

Kata Kunci
Marturia Digital; Jurnalisme Gerejawi; PWGI; Teologi Media; Misiologi Digital; Literasi Digital Kristen; Pewartaan Iman.

Pendahuluan

Transformasi digital membawa perubahan mendasar dalam pola komunikasi, produksi pengetahuan, serta pembentukan opini publik. Media tidak lagi sekadar sarana penyampaian informasi, tetapi menjadi arena pembentukan kesadaran sosial dan keagamaan. Dalam konteks Kekristenan Indonesia, dinamika digital turut mempengaruhi cara gereja memahami, menyampaikan, dan mewujudkan kesaksian iman (Marturia) di ruang publik.

Di tengah kebutuhan akan kehadiran gereja yang aktif dan reflektif di dunia digital, Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) muncul sebagai organisasi yang memadukan teologi kesaksian dengan praktik jurnalistik. Kehadiran PWGI menandai pergeseran paradigma misiologi dari pewartaan verbal ke bentuk komunikasi digital yang sistematis, terstruktur, dan berbasis literasi media.

Artikel ini bertujuan menganalisis PWGI sebagai model praksis Jurnalisme Marturia, yaitu bentuk pewartaan iman melalui media massa digital yang dijalankan secara profesional, etis, dan teologis. Studi ini berangkat dari kerangka teologi media, misiologi digital, dan teori budaya konvergensi.

Tinjauan Pustaka

  1. Teologi Media: McLuhan dan Media sebagai “Perpanjangan Diri”
    Marshall McLuhan menyatakan bahwa “the medium is the message” – media bukan sekadar alat, melainkan membentuk cara manusia memaknai realitas. Media digital mengonstruksi ruang sosial tersendiri di mana identitas, relasi, dan makna dinegosiasikan. Gereja, dalam kerangka ini, tidak dapat memperlakukan media sebagai instrumen pasif, melainkan ruang kehadiran (presence).
  2. Antonio Spadaro: Cybertheology dan Kehadiran Iman dalam Jaringan
    Spadaro menekankan bahwa ruang digital adalah ruang hidup rohani yang sah. Dalam Cybertheology (2014), ia menyebut dunia digital sebagai “lingkungan eksistensial” tempat Injil juga harus diwartakan. Spadaro menolak dikotomi “dunia nyata vs dunia digital” dan menegaskan digitalitas sebagai lokasi relasi manusia yang perlu ditembusi teologi.
  3. Henry Jenkins: Convergence Culture dan Penciptaan Makna Bersama
    Jenkins menjelaskan bahwa masyarakat digital berpartisipasi dalam produksi makna melalui budaya kolaboratif. Informasi tidak lagi bersifat satu arah, melainkan dialogis dan berjejaring. Dalam konteks gereja, ini menuntut pewartaan yang dialogis, terbuka, dan beragam medium, bukan sekadar ceramah atau khotbah.
  4. Jurnalisme Marturia sebagai Konstruksi Teologis
    PWGI memadukan kesaksian iman (Marturia) dengan etika jurnalistik: verifikasi, akurasi, dan tanggung jawab publik. Ini menjadikannya bukan sekadar jurnalisme agama, tetapi jurnalisme teologis berbasis kesaksian.

Kerangka Metodologi Penelitian

Aspek Penjelasan
Jenis Penelitian Kualitatif Deskriptif-Analitis
Pendekatan Studi Organisasi & Teologi Praktis
Sumber Data Primer Dokumen resmi PWGI, wawancara terbatas, publikasi kegiatan
Sumber Data Sekunder Literatur teologi media, jurnalisme, dan misiologi digital
Teknik Pengumpulan Data Studi dokumen, observasi partisipatif terbatas
Analisis Data Reduksi data → kategorisasi → interpretasi konsep → argumentasi teologis
Metode ini dipilih untuk menangkap realitas praksis PWGI sebagai gerakan bukan hanya struktur organisasi.

Hasil dan Pembahasan

  1. PWGI sebagai Respons Gerejawi terhadap Transformasi Digital

Transformasi digital telah mengubah struktur komunikasi masyarakat secara fundamental. Informasi tidak lagi dimonopoli institusi formal, melainkan bergerak melalui jaringan partisipatif yang cair, cepat, dan masif. Dalam konteks Kekristenan Indonesia, disrupsi digital membawa dampak pada pola pembinaan iman, relasi antarumat, wacana publik keagamaan, serta identitas gereja di ruang sosial.

PWGI muncul di tengah situasi tersebut bukan sebagai institusi media konvensional, melainkan sebagai komunitas praksis yang menempatkan kesaksian iman (Marturia) sebagai praksis komunikasi publik. PWGI memandang bahwa ruang digital bukan sekadar kanal penyiaran, melainkan medan misiologis, tempat gereja menghadirkan kebenaran, kasih, dan keadilan dalam cara yang dapat diverifikasi, dialogis, dan setara.

Dengan demikian, PWGI tidak sekadar merespon kebutuhan teknis digital, tetapi membaca realitas digital sebagai panggilan teologis baru, di mana pewartaan iman perlu hadir secara kontekstual, adaptif, dan komunikatif.

  1. Integrasi Teologi Marturia dan Jurnalisme Profesional

Praktik jurnalistik dalam PWGI tidak dipahami sebagai aktivitas pemberitaan netral, melainkan sebagai tindakan kesaksian yang memiliki dasar teologis. Kesaksian dalam Alkitab tidak hanya bersifat verbal (kerygma), tetapi juga melibatkan penyusunan narasi historis dan sosial yang bertanggung jawab (Luk. 1:1–3).

Prinsip yang dikedepankan PWGI adalah:

  1. Verifikasi dan keakuratan sebagai bentuk penghormatan terhadap kebenaran.
  2. Kesaksian yang berpihak pada kehidupan, bukan sensasi atau manipulasi emosi.
  3. Publikasi sebagai partisipasi gereja dalam ruang diskursif publik, bukan hanya dalam ruang ibadah internal.
    Dengan kata lain, jurnalisme dalam PWGI merupakan praksis teologis, bukan sekadar praksis teknis.
  4. Program 1 Gereja 2 Wartawan (1G2W) sebagai Pemberdayaan Basis Jemaat

Program 1G2W merupakan inti praksis PWGI dalam membangun literasi media gereja. Program ini bertujuan agar setiap jemaat memiliki pewarta internal yang:
• Mampu mendokumentasikan aktivitas gereja secara sistematis,
• Menulis laporan pelayanan berdasarkan kaidah jurnalistik,
• Mengelola narasi digital gereja secara etis dan reflektif.
Melalui pelatihan berjenjang, jemaat belajar bahwa pewartaan bukan lagi monopoli mimbar, tetapi juga ruang digital, lensa kamera, catatan lapangan, potongan narasi, dan percakapan daring.

Di sini, gereja menjadi komunitas yang aktif memproduksi pengetahuan, bukan hanya konsumen informasi.

  1. PWGI dan Ekosistem Media Kristen Berjejaring

PWGI mengembangkan jaringan lebih dari 100 portal digital dan kanal multimedia sebagai ruang komunikasi iman. Ekosistem ini berfungsi sebagai:
• Platform publikasi aktivitas gereja,
• Ruang artikulasi teologis lintas denominasi,
• Forum advokasi isu-isu kebebasan beragama dan keadilan sosial,
• Arena wacana publik Kristen di masyarakat.
Karena itu, PWGI bukan sekadar organisasi media, tetapi ruang ekumenis digital yang memungkinkan gereja-gereja saling belajar, bersinergi, dan memperkuat kesaksian bersama.

  1. Jurnalisme Marturia sebagai Model Misiologi Digital

Dari seluruh uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa:

Jurnalisme Marturia adalah bentuk pewartaan iman dalam ruang digital melalui produksi dan distribusi informasi yang berakar pada kesaksian, berlandaskan etika, serta bertujuan membangun kehidupan dan keadilan.

Dengan demikian, PWGI menghadirkan paradigma teologi komunikasi yang tidak hanya berbicara, tetapi menghadirkan diri; tidak hanya mengabarkan, tetapi membentuk ruang dialog; tidak hanya menjaga tradisi, tetapi menghidupkannya dalam konteks baru.

Kesimpulan

PWGI menunjukkan bahwa gereja dapat hadir secara relevan dalam ekosistem digital bukan hanya melalui produksi konten rohani, tetapi melalui kesaksian yang terstruktur, berjejaring, dan berorientasi transformasi sosial.

Melalui Jurnalisme Marturia, pewartaan iman dipahami sebagai tindakan komunikasi publik yang:
• Berakar pada kebenaran dan kasih,
• Berbasis verifikasi dan tanggung jawab epistemik,
• Mengakui ruang digital sebagai ruang nyata perjumpaan manusia,
• Menguatkan kemampuan umat menjadi subjek pewartaan.

PWGI dapat dipandang sebagai salah satu model praksis misiologi digital yang kontekstual bagi gereja Indonesia, sekaligus sebagai kontribusi penting bagi pengembangan teologi media di Indonesia.

Daftar Pustaka (APA Style)
Jenkins, H. (2006). Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New York: NYU Press.
McLuhan, M. (1994). Understanding Media: The Extensions of Man. MIT Press.
Spadaro, A. (2014). Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet. Fordham University Press.
Leksana, D. (2025). Profil Singkat Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI). Jakarta: DPP PWGI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!