BERGEREJA DI ERA POST-TRUTH

Oleh : Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
Post-truth sebagai Gejala Spiritualitas Modern
Istilah post-truth sering disempitkan menjadi perkara politik atau media, padahal akar terdalamnya bersifat spiritual. Ini bukan hanya tentang kehilangan fakta, tetapi kehilangan iman pada makna. Manusia modern hidup di tengah kelebihan segalanya—informasi, teknologi, pilihan—namun mengalami kekosongan yang semakin dalam. Dalam bahasa Hannah Arendt (1972), “ketika kita tak lagi memiliki kebenaran bersama, kita kehilangan kenyataan bersama.”
Ketika kenyataan bersama hilang, manusia menggantinya dengan kenyamanan pribadi. Feeling menjadi tolok ukur moral dan spiritual baru. Kita percaya pada yang membuat kita “merasa benar,” bukan pada yang benar. Dalam lanskap rohani digital, ini tampak pada kecenderungan mencari “pengalaman iman” yang menggetarkan, namun sering terlepas dari kedalaman refleksi teologis.
Ada gema purba dalam fenomena ini. Di taman Eden, manusia tergoda bukan karena ingin jahat, melainkan karena ingin tahu dan menentukan sendiri ukuran kebenaran. Sejak itu, sejarah iman manusia selalu berputar di antara dua kutub: percaya kepada Allah yang menyatakan diri, atau percaya kepada diri yang ingin menjadi pusat kebenaran. Di era digital, godaan ini menjadi sistemik—diperkuat algoritma yang menyajikan dunia sesuai selera.
Post-truth, dengan demikian, dapat dibaca sebagai simptom spiritual: manusia haus akan makna, tetapi enggan menyerahkan diri pada sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Mereka ingin iman yang meneguhkan perasaan, bukan iman yang menantang mereka untuk berubah. Dalam konteks inilah, gereja dipanggil bukan untuk mengutuk, melainkan untuk menafsirkan ulang: bagaimana menghadirkan kebenaran Injil di tengah masyarakat yang tak lagi mengenal “benar” sebagai kategori absolut, melainkan sebagai bentuk ekspresi diri.
Kebenaran Injil tidak bersaing dengan perasaan manusia, tetapi menyembuhkannya. Injil tidak menolak emosi, namun menuntun agar perasaan manusia menjadi jembatan, bukan pengganti, bagi pencarian kebenaran sejati.