Jurnalisme Kristen di Era Digital: Mengintegrasikan Cybertheology Spadaro dengan Misi PWGI

Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si. – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)

Teologi.digital – Jakarta, Dalam karyanya yang provokatif, “Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet,” Antonio Spadaro, seorang imam Katolik Yesuit dan cendekiawan Italia, mengajak Gereja untuk melakukan refleksi mendalam terhadap budaya digital. Spadaro tidak melihat internet hanya sebagai alat, melainkan sebagai sebuah ruang budaya baru dengan karakteristik dan dinamikanya sendiri. Baginya, tugas Gereja bukan sekadar memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan pesan, tetapi lebih jauh lagi, untuk “menginjili” budaya digital itu.

Menginjili dalam konteks ini tidak berarti memaksa atau mendominasi ruang digital dengan pesan-pesan keagamaan. Sebaliknya, Spadaro menekankan pentingnya kehadiran yang otentik, dialog yang konstruktif, dan kesaksian hidup di tengah lanskap digital yang terus berkembang. Beberapa poin penting dari pandangan Spadaro adalah:

  • Memahami Logika Digital: Spadaro menyerukan agar Gereja memahami cara kerja internet, media sosial, dan berbagai platform digital lainnya. Ini termasuk memahami bahasa, tren, nilai-nilai, dan relasi yang terbentuk di ruang siber. Tanpa pemahaman ini, upaya untuk menyampaikan pesan Injil akan terasa asing dan tidak relevan.
  • Menyambut Peluang: Spadaro melihat internet sebagai lahan misi yang luas. Jangkauan global internet memungkinkan pesan Injil menjangkau orang-orang yang mungkin sulit dijangkau melalui cara-cara konvensional. Media sosial, misalnya, dapat menjadi sarana untuk membangun komunitas, berbagi pengalaman iman, dan merespons pertanyaan-pertanyaan eksistensial.
  • Mewaspadai Tantangan: Bersamaan dengan peluang, Spadaro juga mengingatkan akan tantangan yang dihadirkan oleh budaya digital. Ini termasuk potensi disinformasi, polarisasi, anonimitas yang dapat mengarah pada perilaku tidak bertanggung jawab, dan ketergantungan berlebihan pada teknologi yang dapat mengasingkan manusia dari relasi nyata. Gereja perlu hadir sebagai suara kenabian yang kritis terhadap sisi gelap teknologi.
  • Menghadirkan Nilai-Nilai Kristiani: Menginjili budaya internet berarti menghadirkan nilai-nilai Kristiani seperti kasih, kebenaran, keadilan, dan perdamaian dalam interaksi di ruang digital. Ini bukan tentang berkhotbah secara terus-menerus, tetapi lebih tentang bagaimana orang Kristen menghidupi iman mereka dalam setiap interaksi online.
  • Membangun Komunitas Digital yang Sehat: Gereja dapat berperan dalam membangun komunitas online yang inklusif, suportif, dan bertanggung jawab. Ruang digital dapat menjadi tempat di mana orang merasa diterima, didengarkan, dan dikuatkan dalam perjalanan iman mereka.

Seperti yang telah kita bahas diatas, Antonio Spadaro, SJ, dalam “Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet,” mengajak Gereja untuk tidak hanya hadir di internet, tetapi juga secara aktif “menginjili” budaya digital itu sendiri. Ini berarti memahami lanskap digital, memanfaatkan peluangnya, mewaspadai tantangannya, menghadirkan nilai-nilai Kristiani, dan membangun komunitas online yang sehat. Apa relevansinya pemikiran Antonio Spadaro, SJ, dalam “Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet,”dengan Visi dan Misi Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) ?

Visi dan misi Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI), sebagai organisasi yang mewadahi para jurnalis Kristen di Indonesia, memiliki relevansi yang mendalam dengan gagasan Spadaro ini. Dalam konteks era digital, PWGI memiliki peran strategis dalam membangun Kerajaan Allah melalui karya jurnalisme.

Berikut adalah bagaimana prinsip-prinsip “menginjili budaya internet” ala Spadaro dapat diimplementasikan oleh PWGI:

1. Memahami Logika Digital dan Menerapkannya dalam Jurnalisme:

Spadaro menekankan pentingnya memahami cara kerja internet, media sosial, dan berbagai platform digital. PWGI, melalui para anggotanya, dapat menerjemahkan pemahaman ini ke dalam praktik jurnalisme. Ini berarti:

  • Menguasai Berbagai Format Konten Digital: Jurnalis PWGI perlu mahir dalam menghasilkan berita, artikel, video, infografis, podcast, dan format konten lainnya yang sesuai dengan karakteristik masing-masing platform digital.
  • Memahami Algoritma dan Tren: Pengetahuan tentang algoritma media sosial dan tren online dapat membantu jurnalis PWGI dalam menyebarkan pesan-pesan yang relevan dan menarik bagi audiens digital.
  • Menggunakan Bahasa yang Sesuai: Jurnalis PWGI dapat menggunakan bahasa yang mudah dipahami, inklusif, dan relevan dengan konteks digital, sambil tetap menjunjung tinggi standar jurnalisme yang etis dan bertanggung jawab.

2. Menyambut Peluang Internet untuk Menyebarkan Kabar Baik:

Spadaro melihat internet sebagai lahan misi yang luas. PWGI dapat memanfaatkan peluang ini melalui:

  • Jangkauan yang Lebih Luas: Berita dan artikel yang dihasilkan oleh jurnalis PWGI dapat diakses oleh siapa saja, di mana saja, tanpa batasan geografis. Ini memungkinkan kabar baik tentang kasih Allah menjangkau khalayak yang lebih luas.
  • Membangun Komunitas Online: PWGI dapat memfasilitasi terbentuknya komunitas online melalui platform berita mereka atau melalui media sosial, di mana orang-orang dapat berinteraksi, berbagi pengalaman iman, dan saling menguatkan.
  • Merespons Isu-Isu Kontemporer: Jurnalis PWGI dapat menggunakan platform digital untuk merespons isu-isu sosial, budaya, dan politik dari perspektif Kristiani, memberikan analisis yang mendalam dan solusi yang berlandaskan nilai-nilai Injil.

3. Mewaspadai Tantangan Budaya Digital dalam Karya Jurnalistik:

Spadaro mengingatkan akan bahaya disinformasi, polarisasi, dan anonimitas. PWGI perlu membekali para anggotanya dengan kemampuan untuk:

  • Melawan Hoaks dan Berita Palsu: Jurnalis PWGI harus menjadi garda terdepan dalam memerangi penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan, dengan selalu melakukan verifikasi fakta dan menyajikan berita yang akurat dan terpercaya.
  • Mempromosikan Dialog yang Sehat: Di tengah polarisasi online, jurnalis PWGI dapat berperan sebagai mediator, memfasilitasi dialog yang konstruktif antar berbagai pihak, dan mendorong pemahaman yang lebih baik.
  • Menjunjung Tinggi Etika Jurnalistik: PWGI perlu terus menekankan pentingnya etika jurnalisme Kristen, termasuk kejujuran, objektivitas, keadilan, dan tanggung jawab dalam setiap pemberitaan di platform digital.

4. Menghadirkan Nilai-Nilai Kristiani Melalui Karya Jurnalistik:

Spadaro menekankan bahwa “menginjili” berarti menghadirkan nilai-nilai Kristiani dalam interaksi online. PWGI dapat mewujudkan ini melalui:

  • Fokus pada Berita yang Menginspirasi: Jurnalis PWGI dapat mencari dan memberitakan kisah-kisah inspiratif tentang iman, kasih, pengorbanan, dan dampak positif Kekristenan dalam kehidupan masyarakat.
  • Menyoroti Keadilan dan Perdamaian: Karya jurnalistik PWGI dapat mengangkat isu-isu keadilan sosial, hak asasi manusia, dan upaya perdamaian, mendorong pembaca untuk terlibat dalam mewujudkan Kerajaan Allah di bumi.
  • Menghadirkan Perspektif Teologis yang Mendalam: Jurnalis PWGI yang memiliki pemahaman teologis yang baik dapat memberikan analisis yang mendalam tentang berbagai peristiwa dan isu dari sudut pandang iman Kristen.

5. Membangun Komunitas Digital yang Sehat di Kalangan Jurnalis dan Pembaca:

Spadaro mendorong Gereja untuk membangun komunitas online yang inklusif dan suportif. PWGI dapat melakukan ini dengan:

  • Membangun Jaringan Profesional yang Kuat: PWGI dapat memfasilitasi kolaborasi dan pertukaran ide antar jurnalis Kristen melalui platform online, meningkatkan kualitas karya jurnalistik secara keseluruhan.
  • Berinteraksi dengan Pembaca: Melalui kolom komentar, forum diskusi, atau media sosial, jurnalis PWGI dapat berinteraksi dengan pembaca, mendengarkan umpan balik, dan membangun hubungan yang lebih dekat.
  • Mendorong Partisipasi Aktif: PWGI dapat mengajak pembaca untuk berkontribusi dalam menyebarkan berita positif, berbagi pengalaman iman, dan menjadi agen perubahan di lingkungan digital mereka.

Dengan menganalisa pemikiran Sparado diatas, penuis ingin menarik kesimpulan, bahwa :

Gagasan Antonio Spadaro tentang “menginjili budaya internet” memberikan landasan teologis yang kuat bagi peran PWGI dalam membangun Kerajaan Allah di era digital. Melalui jurnalisme yang berkualitas, etis, dan inovatif, PWGI dapat menjadi agen perubahan yang signifikan dalam menghadirkan nilai-nilai Kristiani, menyebarkan kabar baik, melawan kejahatan informasi, dan membangun komunitas iman yang sehat di ruang siber Indonesia. Dengan memahami logika digital, menyambut peluang, mewaspadai tantangan, menghadirkan nilai-nilai Kristiani, dan membangun komunitas, PWGI dapat secara efektif menjalankan visinya dalam era teknologi ini.

Sumber Referensi :

  • Spadaro, Antonio, SJ. Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet. Fordham University Press, 2016.
  • Artikel-artikel dari RISU (Religious Information Service of Ukraine) tentang Digital Theology.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!