Alkitab di Jagat Maya: Pelajaran Berharga untuk Wartawan Gereja dari Profesor Peter Phillips

Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si

Teologi.digital – Jakarta, Era digital telah mengubah lanskap komunikasi secara fundamental, dan gereja sebagai institusi rohani pun tidak luput dari dampak transformasi ini. Bagaimana pesan-pesan Alkitab dan nilai-nilai Kristiani disampaikan dan diterima dalam ruang digital menjadi pertanyaan krusial.

Profesor Peter M. Phillips, seorang peneliti di bidang digital religion dari Durham University, memberikan perspektif berharga melalui karyanya, “The Bible, Social Media, and Digital Culture”. Buku ini menawarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana Alkitab hadir dan diinterpretasikan di media sosial dan budaya digital, yang sangat relevan bagi upaya Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dalam membangun Kerajaan Allah di era ini melalui jurnalisme.

Menelisik “The Bible, Social Media, and Digital Culture”

Meskipun informasi detail mengenai isi buku ini masih memerlukan diskusi lebih lanjut, namun kita dapat merangkum poin-poin penting berdasarkan deskripsi dan konteks keilmuan Peter M. Phillips sebagai seorang ahli di bidang teologi digital. Phillips melalui penelitiannya mengamati bahwa audiens online modern cenderung merespons ayat-ayat Alkitab yang memiliki muatan moral, bersifat universal, tidak terlalu dogmatis, dan menghindari konflik. Fenomena ini mengindikasikan adanya pergeseran preferensi dalam bagaimana masyarakat berinteraksi dengan teks suci di platform digital.

Beberapa aspek penting yang dibahas dalam buku The Bible, Social Media, and Digital Culture,” ini meliputi:

  • Representasi Alkitab di Media Sosial: Phillips menganalisis bagaimana ayat-ayat Alkitab dikutip, dibagikan, dan didiskusikan di berbagai platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya.
  • Interpretasi Online: Penelitiannya menyoroti bagaimana konteks digital memengaruhi cara individu menginterpretasikan makna ayat-ayat Alkitab, seringkali terlepas dari konteks teologis tradisional.
  • Preferensi Konten: Temuan Phillips bahwa audiens online lebih tertarik pada konten yang bersifat moral dan non-konfliktual memberikan wawasan penting bagi para pemimpin gereja dan organisasi keagamaan dalam menyusun pesan mereka secara daring.
  • Budaya Digital dan Agama: Buku ini juga mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai dan norma-norma budaya digital berinteraksi dengan praktik dan keyakinan agama.

Dengan memahami dinamika ini, gereja dan organisasi keagamaan dapat menyesuaikan strategi komunikasi mereka agar pesan-pesan Injil tetap relevan dan diterima oleh khalayak yang semakin terhubung secara digital.

Sumber gambar : https://play.google.com/store/books/details/The_Bible_Social_Media_and_Digital_Culture?id=35mfDwAAQBAJ&hl=en-US

Relevansi Karya Phillips dengan PWGI dalam Membangun Kerajaan Allah di Era Digital

Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) memiliki peran strategis dalam mewartakan nilai-nilai Kristiani dan membangun Kerajaan Allah di Indonesia, termasuk di ranah digital. Jurnalisme gereja di era digital memiliki tantangan dan peluang tersendiri. Karya Peter M. Phillips memberikan landasan teoretis dan empiris yang kuat bagi PWGI untuk menjalankan misinya secara lebih efektif.

Penulis selaku Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) merasa terbantu dengan buku tersebut dan berusaha untuk melihat beberapa poin relevansi karya Phillips bagi PWGI:

  1. Memahami Preferensi Audiens Digital: Temuan Phillips mengenai preferensi audiens online terhadap konten Alkitab yang bersifat moral, tidak dogmatis, dan non-konfliktual sangat penting bagi PWGI. Wartawan gereja dapat mengadopsi pendekatan ini dalam menyajikan berita, artikel, dan konten lainnya agar lebih menarik dan menjangkau audiens yang lebih luas di platform digital. Ini tidak berarti mengkompromikan kebenaran teologis, tetapi lebih kepada bagaimana pesan tersebut dikemas dan disampaikan agar resonan dengan nilai-nilai yang dihargai oleh masyarakat digital.
  2. Menghindari Polarisasi dan Konflik: Di era media sosial yang sering kali dipenuhi dengan polarisasi dan ujaran kebencian, pendekatan jurnalisme PWGI yang mengedepankan pesan-pesan moral dan non-konfliktual dapat menjadi oase yang menyejukkan. Dengan fokus pada nilai-nilai universal seperti kasih, keadilan, dan perdamaian yang juga terdapat dalam ajaran Kristiani, PWGI dapat berkontribusi pada terciptanya ruang digital yang lebih positif dan konstruktif.
  3. Adaptasi Metode Komunikasi: Gereja perlu beradaptasi dengan bahasa dan gaya komunikasi yang dominan di platform digital. Karya Phillips membantu mengidentifikasi tren dan preferensi ini, sehingga PWGI dapat mengembangkan format konten yang lebih sesuai, seperti infografis, video pendek, podcast, dan artikel yang mudah dibagikan di media sosial.
  4. Marturia di Ruang Digital: Misi utama gereja adalah marturia atau pewartaan Injil. Di era digital, pewartaan ini memiliki dimensi baru. Jurnalisme gereja yang berkualitas dapat menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan Kristiani kepada khalayak yang mungkin sulit dijangkau melalui cara-cara tradisional. Pemahaman tentang bagaimana Alkitab diterima di ruang digital, seperti yang diungkapkan oleh Phillips, dapat membimbing PWGI dalam merancang strategi marturia digital yang lebih tepat sasaran.
  5. Membangun Jaringan dan Komunitas: Media sosial dan platform digital memungkinkan PWGI untuk membangun jaringan dengan berbagai pihak, termasuk gereja-gereja, organisasi Kristen, dan individu. Konten yang relevan dan menarik, yang diproduksi berdasarkan pemahaman tentang audiens digital, dapat membantu memperkuat komunitas Kristen online dan memperluas pengaruh positifnya.

Kesimpulan penulis bahwa karya Profesor Peter M. Phillips, dengan bukunya berjudul : “The Bible, Social Media, and Digital Culture,” memberikan wawasan penting bagi gereja dan organisasi keagamaan dalam menavigasi lanskap digital. Bagi Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI), pemahaman ini sangat relevan dalam menjalankan misinya untuk membangun Kerajaan Allah di era digital melalui jurnalisme.

Dengan mengadopsi pendekatan yang memperhatikan preferensi audiens online, menghindari polarisasi, beradaptasi dengan format komunikasi digital, dan memanfaatkan jurnalisme sebagai alat marturia, PWGI dapat menjadi garda terdepan dalam menyampaikan pesan-pesan Kristiani yang relevan, inspiratif, dan membangun di tengah masyarakat digital Indonesia. Jurnalisme gereja yang berlandaskan pada prinsip-prinsip ini tidak hanya memberitakan informasi, tetapi juga menjadi agen perubahan yang membawa nilai-nilai Kerajaan Allah ke dalam setiap sudut ruang digital. (Dh.L./Red.***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!