Renungan Harian : Betapa Singkatnya Hidup Kita Di Dunia Ini

Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Selamat pagi, Saudara-saudari terkasih dalam Tuhan.
Hari ini kita akan merenungkan sebuah kebenaran fundamental yang sering terlupakan dalam hiruk-pikuk kehidupan: betapa singkatnya hidup kita di dunia ini. Firman Tuhan dengan jelas mengingatkan kita akan realitas ini melalui beberapa ayat yang kuat:
- Yakobus 4:14-15 mengingatkan kita, “Padahal kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Engkau adalah seperti kabut yang kelihatan sekejap, lalu hilang. Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendaki, kami akan hidup dan berbuat ini atau itu.'”
- Mazmur 39:5 menegaskan, “Sesungguhnya, Engkau telah membuat umurku sekedar sejengkal, dan umurku adalah seperti tidak ada di hadapan-Mu. Sungguh, setiap manusia, betapapun teguh dia, hanya seperti asap.”
- 1 Tawarikh 29:15 Daud berdoa, “Sebab kita adalah orang asing di hadapan-Mu dan pendatang, seperti semua nenek moyang kita; hari-hari kita di bumi ini seperti bayang-bayang, tanpa harapan.”
- Ayub 7:7-9 dengan getir menyatakan, “Ingatlah, bahwa hidupku adalah nafas, mataku tidak akan melihat kebaikan lagi. Mataku tidak akan melihat aku lagi; mata-Mu akan melihat aku, tetapi aku tidak ada lagi. Seperti awan lenyap dan hilang, demikianlah orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan naik lagi.”
Ayat-ayat ini melukiskan gambaran yang gamblang: hidup kita seperti kabut, asap, sejengkal, bayang-bayang, bahkan sekadar napas. Semua metafora ini menunjuk pada satu realitas tak terbantahkan—hidup itu fana, sangat singkat, dan tidak ada yang perlu kita sombongkan.
Seringkali, kita terjebak dalam perlombaan duniawi: mengejar jabatan tinggi, menumpuk kekayaan, obsesi pada penampilan, atau membanggakan kecerdasan dan kekuatan fisik. Kita membangun “kerajaan” kita sendiri di bumi ini, seolah-olah kita akan tinggal selamanya. Namun, firman Tuhan menegur kesombongan itu dengan lembut tapi tegas. Apapun yang kita miliki, sehebat apapun kita, semua itu akan berlalu. Ketika “kabut itu hilang,” yang tersisa hanyalah kekosongan jika kita tidak membangun fondasi yang benar.
Kesombongan yang Fana di Era Digital
Di era digital saat ini, kesombongan atas hal-hal yang fana ini seringkali termanifestasi dalam cara-cara yang unik:
- Jabatan dan Popularitas Virtual: Seseorang bisa memiliki jutaan pengikut di media sosial, gelar influencer atau content creator yang dielu-elukan, dan branding diri yang sempurna. Ini adalah bentuk “jabatan” baru di dunia maya. Namun, seberapa lama popularitas itu bertahan? Berapa banyak influencer yang hilang ditelan tren baru? Seperti kabut, popularitas itu bisa muncul dan lenyap dalam sekejap.
- Kekayaan Digital dan Gaya Hidup Hedonis: Pameran kekayaan melalui postingan liburan mewah, gadget terbaru, mobil sport, atau makanan mahal begitu mudah dipertontonkan di media sosial. Ini menciptakan ilusi “kehidupan sempurna” yang patut disombongkan. Padahal, semua itu hanya materi yang fana. Kekayaan bisa lenyap dalam sekejap, dan likes di media sosial tidak bisa membeli kebahagiaan sejati atau tiket ke surga.
- Kecantikan/Kegagahan yang Terdistorsi: Aplikasi filter, editing foto, dan angle kamera menciptakan “kesempurnaan” fisik yang tidak realistis. Orang berlomba-lomba memamerkan citra diri yang ideal, seolah-olah kecantikan atau kegagahan fisik adalah segalanya. Namun, Alkitab mengingatkan kita bahwa kecantikan itu semu, dan kekuatan fisik akan merapuh. Bahkan di layar smartphone sekalipun, semua itu hanya “asap” yang bisa hilang dengan satu klik atau satu update aplikasi.
- Pengetahuan dan Opini yang Sombong: Era digital memungkinkan setiap orang menjadi “ahli” atau “pakar” dadakan. Dengan mudahnya mengakses informasi, kita bisa merasa paling benar, paling tahu, dan paling pintar dalam diskusi online. Kita bahkan bisa merendahkan orang lain yang tidak sependapat. Namun, pengetahuan yang tidak diiringi kerendahan hati dan kebijaksanaan sejati adalah kesombongan yang fana. Ingatlah, manusia hanya seperti asap di hadapan pengetahuan Tuhan yang tak terbatas.
Semua “kemegahan” digital ini, seberapa pun besarnya, pada akhirnya adalah bayang-bayang. Ketika waktu kita berakhir, semua itu tidak akan berarti apa-apa.
Panggilan untuk Bertanggung Jawab
Lantas, apa artinya hidup yang singkat ini bagi kita? Ayat-ayat ini tidak dimaksudkan untuk membuat kita putus asa, melainkan untuk mengingatkan kita pada prioritas yang benar. Jika hidup ini seperti kabut, maka setiap hembusan napas adalah anugerah dan kesempatan.
Mari kita merenung:
- Untuk apa kita menggunakan waktu kita yang singkat ini? Apakah untuk hal-hal yang fana dan menyenangkan ego kita, atau untuk membangun sesuatu yang berarti di mata kekekalan?
- Apakah kita hidup seolah-olah kita akan hidup selamanya di bumi, atau dengan kesadaran bahwa kita adalah “orang asing dan pendatang” yang sedang dalam perjalanan menuju rumah kekal?
- Bagaimana sikap kita terhadap jabatan, kekayaan, dan penampilan? Apakah semua itu menjadi alat untuk memuliakan Tuhan, atau justru berhala yang kita sembah?
Pesan utamanya jelas: hidup ini singkat, dan yang terpenting adalah bagaimana kita menghidupinya di hadapan Tuhan. Bukan tentang seberapa banyak yang kita kumpulkan, seberapa tinggi kita menjabat, atau seberapa sempurna penampilan kita di dunia maya. Yang penting adalah bagaimana hati kita di hadapan Allah, dan apakah kita menggunakan setiap detik hidup yang singkat ini untuk melakukan kehendak-Nya.
Doa:
Ya Tuhan, kami bersyukur atas napas kehidupan yang Engkau anugerahkan kepada kami setiap hari. Ampuni kami jika seringkali kami terlena dengan kesibukan dunia, mengejar hal-hal yang fana, dan melupakan betapa singkatnya waktu kami di bumi ini. Ingatkan kami selalu bahwa hidup kami seperti kabut yang sebentar saja. Tolonglah kami untuk tidak menyombongkan apa pun yang kami miliki atau raih. Bimbinglah kami untuk menggunakan setiap waktu dan talenta yang Engkau berikan untuk memuliakan nama-Mu dan menjadi berkat bagi sesama. Biarlah hidup singkat kami menjadi persiapan bagi kekekalan bersama-Mu. Amin.
Apa yang paling menantang bagi Anda dalam mengingat kesingkatan hidup di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern?
Bekasi, 29 Juni 2025