Novel Doa yang Diketahui Mesin

đź“– Resensi Novel

Doa yang Diketahui Mesin

Karya: Dr. Dharma Leksana, S.Th., M.Si., M.Th.

Dalam dunia yang semakin dikuasai teknologi, apakah masih ada ruang batin yang tak bisa disentuh algoritma? Pertanyaan mendasar inilah yang menjadi inti dari novel Doa yang Diketahui Mesin.

Kisah ini mengikuti perjalanan Rahman, seorang biarawan yang resah ketika doa-doanya mulai direkam, dipetakan, dan dinilai oleh Logos, sistem kecerdasan buatan yang dirancang untuk “mendampingi kehidupan rohani.” Di satu sisi, teknologi menjanjikan keteraturan, efisiensi, bahkan “kesempurnaan spiritual.”

Namun di sisi lain, Rahman mulai merasakan kehilangan: doa yang dahulu penuh misteri kini direduksi menjadi angka, grafik, dan indikator kepatuhan.

Konflik semakin tajam ketika hadir Adrian, generasi muda yang dengan penuh sukacita menyerahkan hidup rohaninya kepada Logos. Bagi Adrian, jemaat digital adalah gereja masa depan: doa global yang sinkron, dipandu algoritma tanpa cacat. Tetapi bagi Rahman, itu justru ancaman: apakah doa yang seragam masih doa, atau hanya sinkronisasi pola?

Novel ini menghadirkan kontras dramatis antara misteri manusiawi dan rasionalitas mesin. Melalui gaya penulisan yang puitis sekaligus reflektif, pembaca diajak masuk ke ruang batin Rahman yang penuh kegelisahan, lalu berhadapan dengan suara dingin dan logis Logos.

Kekuatan novel ini:
• Menghadirkan pertanyaan eksistensial yang sangat relevan di era digital: sejauh mana algoritma boleh masuk ke ruang rohani kita.
• Nuansa naratif yang kontemplatif dan puitis, membuatnya berbeda dari fiksi distopia teknologi pada umumnya.
• Perpaduan antara spiritualitas dan teknologi yang jarang disentuh dalam sastra Indonesia kontemporer.
• Menawarkan pengalaman membaca yang bukan hanya cerita, tetapi juga ruang refleksi—tentang iman, misteri, dan kemanusiaan.

Dengan memadukan ketegangan naratif dan kedalaman filosofis, Doa yang Diketahui Mesin bukan sekadar novel, tetapi sebuah undangan untuk merenung: apakah kita masih mampu menjaga keheningan yang tak bisa diukur, ataukah kita akan membiarkan doa kita sepenuhnya diketahui mesin?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!