Paul Tillich: Dari Eksistensialisme ke Teologi Digital

Resensi Buku:

Paul Tillich: Dari Eksistensialisme ke Teologi Digital

Judul Buku:
Paul Tillich: Dari Eksistensialisme ke Teologi Digital
Sub-Judul :
Courage to Be, Ground of Being, God Above God: Membangun Spiritual Resilience di Ekosistem Digital

Penulis: Dr. Dharma Leksana, S.Th., M.Si., M.Th.
Penerbit: PWGI.ORG
Tahun Terbit: Agustus 2025
Tebal Buku: 50 Halaman

Ikhtisar

Buku “Paul Tillich: Dari Eksistensialisme ke Teologi Digital” karya Dharma Leksana, S.Th., M.Si. adalah sebuah karya reflektif yang berupaya menghubungkan pemikiran teolog dan filsuf eksistensialis Kristen terkemuka abad ke-20, Paul Tillich, dengan tantangan iman di era digital. Penulis, yang juga merupakan Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI), melihat relevansi pemikiran Tillich—khususnya konsep Courage to Be, Ground of Being, dan God Above God—sebagai panduan untuk membangun ketahanan spiritual di tengah ekosistem digital yang kompleks.

Buku ini lahir dari pergumulan untuk menjawab pertanyaan mendasar tentang bagaimana iman dapat tumbuh dan menjadi kesaksian otentik di era digital.

Analisis Mendalam


Buku ini secara sistematis menguraikan pemikiran Paul Tillich dan kemudian menerapkannya dalam konteks teologi digital. Struktur buku terbagi menjadi dua bagian besar.
Bagian pertama (Bab 1–11) fokus pada pengenalan Paul Tillich, biografi singkatnya, karya-karya monumentalnya, serta konsep-konsep kunci dalam teologi eksistensialnya. Bagian ini penting sebagai fondasi bagi pembaca yang mungkin belum familiar dengan pemikiran Tillich.
Bagian 1: Fondasi Pemikiran Paul Tillich Penulis memulai dengan biografi singkat Paul Tillich, menyoroti perjalanan hidupnya dari seorang anak pendeta Lutheran di Prusia hingga menjadi teolog berpengaruh di Amerika Serikat setelah dipecat oleh rezim Nazi. Perang Dunia I menjadi titik balik yang mendorong Tillich mencari teologi yang relevan untuk manusia yang mengalami trauma.

Konsep-konsep utama Tillich dijelaskan dengan lugas, seperti:
• Teologi Eksistensial: Tillich memandang teologi harus berbicara pada kondisi nyata manusia (human condition) dan menggunakan filsafat eksistensial untuk menafsirkan pengalaman manusia modern.
• Metode Korelasi: Ini adalah metode teologis utama Tillich yang menghubungkan pertanyaan eksistensial manusia (yang muncul dari analisis budaya, psikologi, dsb.) dengan jawaban teologis Kristen. Penulis menjelaskan bahwa metode ini bukan kompromi, melainkan penerjemahan agar Injil dapat dipahami di konteks modern.
• Ultimate Concern: Konsep ini didefinisikan sebagai kepedulian tertinggi yang mengarahkan seluruh eksistensi manusia. Buku ini membedakan antara ultimate concern yang sejati (Allah) dan yang palsu (false ultimate concern), seperti uang atau kekuasaan, yang disebut sebagai “penyembahan yang terbatas” (idolatry of the finite).
• Courage to Be: Keberanian sejati bukanlah ketiadaan rasa takut, melainkan kemampuan untuk menegaskan eksistensi diri di tengah ancaman ketiadaan (non-being). Tiga bentuk kecemasan eksistensial—ketakutan akan kematian, rasa bersalah, dan kehilangan makna—dijelaskan sebagai latar belakang dari konsep ini.
• Ground of Being: Tillich menolak pandangan Allah sebagai “makhluk tertinggi” dan menggambarkannya sebagai dasar dari segala keberadaan (Being Itself). Pandangan ini menyiratkan bahwa mencari Allah berarti menemukan dasar terdalam dari eksistensi kita.
• God Above God: Konsep ini menjelaskan bahwa Allah yang sejati melampaui semua gambaran, konsep, dan doktrin yang dibentuk oleh manusia. Hal ini menjadi relevan ketika konsep “Allah” yang dibuat manusia runtuh akibat krisis iman.

Bagian 2: Penerapan Konsep ke Teologi Digital Bagian kedua buku ini (Bab 12–16) adalah inti dari kontribusi penulis. Di sini, Dharma Leksana secara brilian mengkontekstualisasikan konsep-konsep Tillich ke dalam dunia digital.
• Teologi Kebudayaan dalam Budaya Internet: Penulis menerapkan Teologi Kebudayaan Tillich untuk menganalisis budaya internet, mengidentifikasi bahwa media sosial, meme, dan influencer adalah ruang di mana pertanyaan eksistensial muncul.
• Ultimate Concern di Era Digital: Penulis mengidentifikasi bentuk-bentuk ultimate concern dan false ultimate concern yang muncul di era digital, seperti pencarian validasi online, identitas digital, dan kekuasaan informasi.
• Courage to Be di Dunia Online: Kecemasan eksistensial dimanifestasikan dalam bentuk digital seperti FOMO (fear of missing out), takut tidak mendapat perhatian online, dan krisis identitas digital. Courage to Be di sini diartikan sebagai keberanian untuk tidak selalu online, tampil otentik, dan memilih diam dari perdebatan toksik.
• Ground of Being dalam Ekosistem Digital: Penulis mengingatkan bahwa Allah sebagai Ground of Being adalah fondasi keberadaan sejati, yang tidak dapat dihapus oleh algoritma atau server crash. Ini menawarkan “koneksi” yang tak pernah putus di dunia yang bergantung pada internet.
• God Above God di Era Digital: Konsep ini menjadi seruan untuk melampaui “Allah” versi algoritma dan hashtag yang dangkal, dan mencari Allah sejati yang melampaui semua representasi digital yang terbatas.

Keunggulan Buku

Buku ini memiliki beberapa keunggulan signifikan:

  1. Relevansi Kontekstual yang Kuat: Penulis tidak hanya mengulang pemikiran Tillich, tetapi secara kreatif dan mendalam menerapkannya pada realitas yang sangat spesifik dan modern, yaitu dunia digital. Hal ini menjadikan teologi Tillich tidak hanya relevan tetapi juga mendesak untuk dipelajari oleh para pelayan Tuhan, akademisi, dan jurnalis Kristen di era ini.
  2. Keterbacaan yang Baik: Meskipun membahas konsep teologis dan filosofis yang rumit, buku ini ditulis dengan bahasa yang relatif mudah dipahami, dengan banyak contoh konkret yang relevan dengan kehidupan sehari-hari di internet. Penulis juga menggunakan analogi yang kuat, seperti “server utama” untuk Ground of Being.
  3. Integrasi Teori dan Praktik: Selain menjelaskan teori, penulis juga memberikan contoh-contoh praktis tentang bagaimana menerapkan pemikiran Tillich, seperti Digital Sabbath , penggunaan meme untuk pewartaan , dan cara menghadapi narasi digital.

Kesimpulan

“Paul Tillich: Dari Eksistensialisme ke Teologi Digital” adalah sebuah mahakarya yang berhasil menjembatani pemikiran teologis klasik dengan tantangan modern. Dharma Leksana berhasil menunjukkan bahwa Paul Tillich, seorang pemikir dari abad ke-20, dapat menjadi kompas spiritual yang vital bagi abad ke-21.

Buku ini bukan hanya untuk akademisi, tetapi juga untuk setiap orang Kristen yang ingin memahami dan menavigasi kompleksitas iman di dunia digital. Ini adalah panduan berharga untuk membangun ketahanan spiritual, berani menjadi diri sendiri, dan menemukan fondasi yang kokoh di tengah pusaran arus digital yang tak menentu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!