
Kategori: TEOLOGI
Jejak Sejarah Interaksi Kekristenan dan Media: Perspektif Peter Horsfield
Buku Peter Horsfield, “From Jesus to the Internet”, beserta wawasan dari pemikir media lainnya, memberikan perspektif historis yang kaya bagi Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI). Sejarah ini menegaskan bahwa PWGI tidak berdiri dalam ruang hampa, melainkan merupakan bagian dari tradisi panjang Kekristenan yang senantiasa bergulat dan beradaptasi dengan media komunikasi untuk menjalankan misi panggilannya.

ALLAH Menderita di Dunia Maya? Refleksi Paskah Tahun 2025
Bagaimana teologi pembebasan memberikan solusi? Tujuannya bukanlah “membebaskan Allah” seolah-olah Allah terpenjara, melainkan membebaskan manusia dari kondisi-kondisi yang menyebabkan penderitaan, tempat di mana Allah hadir dalam solidaritas-Nya. Ini berarti “membebaskan” citra Allah dalam diri manusia agar tidak lagi terinjak-injak di dunia maya.

Membongkar Makna di Era Digital: Relevansi Filsafat Bahasa Wittgenstein, Saussure, Austin, dan Chomsky
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si. Teologi.digital – Jakarta, Era digital telah merevolusi cara kita berkomunikasi. Banjir informasi, interaksi instan melalui teks, gambar, dan video, serta kemunculan kecerdasan buatan yang mampu berbahasa, semuanya menghadirkan lanskap linguistik yang baru dan kompleks. Di tengah derasnya arus komunikasi digital ini, pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang bahasa—bagaimana makna diciptakan, bagaimana konteks…

Psikoanalisis Sigmund Freud dalam Masyarakat Digital
Bagaimana era digital membentuk kepribadian kita? Bagaimana dorongan-dorongan tersembunyi kita bermanifestasi di ruang siber? Dan bagaimana kita dapat memahami dinamika masyarakat yang semakin hidup online?

Fenomenologi Edmund Husserl di Era Digital: Menjelajahi Kesadaran dan Pengalaman Manusia dalam Peradaban Teknologi
Dengan menggunakan fenomenologi, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih kaya dan lebih kritis tentang bagaimana teknologi digital membentuk apa artinya menjadi manusia saat ini. (Mas Dharma EL)

Membaca Ulang Søren Kierkegaard dalam Peradaban Digital: Sebuah Refleksi Eksistensial di Era IoT
Membaca ulang Kierkegaard bukanlah ajakan untuk menolak teknologi atau melarikan diri dari dunia digital. Sebaliknya, ia mengundang kita untuk terlibat dengannya secara lebih sadar, kritis, dan intensional. Ia mengingatkan kita bahwa di tengah algoritma dan avatar, tugas fundamental kita sebagai manusia tetap sama: menjadi individu yang bertanggung jawab, berani menghadapi kebebasan dan kecemasan kita, mencari makna yang otentik, dan membuat pilihan-pilihan yang membentuk siapa diri kita.

Kehendak Bebas, Ajaran Agama, dan Relevansinya dengan Teologi Digital di Era Digital
Sebagai kesimpulan, hubungan antara kehendak bebas dan ajaran agama sangat kompleks dan beragam, tetapi secara umum mengakui pentingnya pilihan manusia dalam menentukan tindakan dan tanggung jawab moral.

Potensi Teologi Digital dalam Upaya Anti-Korupsi
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si. Teologi.digital – Jakarta, Korupsi merupakan permasalahan yang merajalela di Indonesia, mengancam fondasi masyarakat, tata kelola pemerintahan, dan perekonomian negara. Fenomena ini bukan lagi sekadar tindakan individual, melainkan telah mengakar dan menjadi bagian dari budaya di berbagai lapisan masyarakat.1 Korupsi tidak hanya menyebabkan kerugian materiil yang besar bagi keuangan negara,…

Teologi Pastoral di Era Digital: Kontekstualisasi Pelayanan Gereja dalam Perspektif Teologi Digital di Indonesia
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si. Teologi.digital – Jakarta, Teologi Pastoral secara tradisional dipahami sebagai cabang ilmu teologi yang berfokus pada penerapan ajaran agama dalam pelayanan gereja, khususnya dalam tugas penggembalaan (Argomentasi & Kakkeren-Asmoredjo, 2021). Ia merupakan refleksi ilmiah atas kehidupan praktis gereja, bertujuan memberikan ekspresi nyata bagi teologi melalui pengamatan dan penerapan kesimpulan teologis…

Pendidikan yang Membebaskan di Era Digital: Perspektif Kritis Paulo Freire bagi Teologi Digital
Teologi digital, dengan demikian, bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang bagaimana menjadi “gereja” atau “umat beriman” di tengah-tengah revolusi digital, sambil tetap setia pada inti ajaran dan nilai-nilai teologis.
